kesiapan infrastruktur ini kan vital harus dijaga sama-sama dan dikomunikasikan ke Pemerintah Arab Saudi
Madinah (ANTARA) - Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi (Indonesia) dan Tabung Haji Malaysia saling berbagi pandangan juga diskusi terkait penyelenggaraan haji dalam kunjungan Tabung Haji Malaysia ke Kantor Petugas Haji Daerah Kerja (Daker) Mekkah, di Syisyah, Jumat (7/7).
Hadir dalam.pertemuan tersebut Direktur Eksekutif Haji pada Tabung Haji Malaysia Dato Sri Syed Saleh beserta 20 delegasi yang ditemui Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief beserta jajarannya.
Hilman menjelaskan ada sejumlah catatan bahwa banyak pengalaman sama pada kedua belah pihak di antaranya ada layanan yang perlu ditingkatkan di masa yang akan datang terutama dalam mashariq ataupun yang lain agar jamaah dari Indonesia maupun Malaysia bisa mendapatkan layanan yang sudah seharusnya.
"Sanitasi ingin kita perbaiki, makanan, dan minumannya, termasuk ketetapan waktu. Apalagi jumlah lansia Malaysia juga cukup tinggi. Ke depan kita ingin membuat model penyelenggaraan haji yang lebih profesional seperti di Musdalifaha. Kesiapan infrastruktur ini kan vital harus dijaga sama-sama dan dikomunikasikan ke Pemerintah Arab Saudi," kata Hilman.
Kemudahan berhaji, lanjutnya, sudah harus dipikirkan termasuk terkait Arabain untuk jamaah haji dimana Malaysia tidak lagi menerapkannya. Sementara jamaah haji Indonesia gelombang kedua tahun ini akan berangkat dari Mekkah ke Madinah pada 10 Juli 2023 untuk menjalankan Arbain.
"Kami masih bertahan delapan sampai sembilan hari dan ada banyak pertimbangan yang dikaji, termasuk untuk di Musdalifah. Di Mina juga sama jaraknya jauh, banyak yang tidak mampu. Ada yang protes agar itu bisa berjalan dengan baik," kata Hilman.
Baca juga: Akademisi: Ibadah haji jadi modal sosial lakukan perubahan lebih baik
Baca juga: Menag Yaqut harap kuota petugas haji 2024 ditambah
Hilman menegaskan Pemerintah Indonesia mengusung semangat yang sama dengan Malaysia yakni memberikan kemudahan bagi jamaah haji dan semangat itu juga yang sedang diusung Pemerintah Saudi melalui kajian Fiqih Taisir (kemudahan fiqih berhaji) dan dibahas dalam beberapa seminar yang diselenggarakan oleh Arab Saudi, tidak hanya soal Arbain, tapi kajian Fiqih Taisir juga menyoroti banyak hal, termasuk mabit (menginap) di Muzdalifah dan Mina.
Terkait Arbain, awalnya banyak dijalani jamaah dari sejumlah negara, termasuk Indonesia dan Malaysia. Untuk menjalaninya, jamaah harus tinggal di Madinah antara delapan sampai sembilan hari namun, sejak 2018 Malaysia sudah tidak menerapkan lagi Arbain.
“Sejak 2018, kami tidak ada Arbain. Ini bagian upaya mengurangi cost di Madinah,” kata Direktur Eksekutif Haji pada Tabung Haji Malaysia Dato Sri Syed Saleh.
Syed Saleh menyebutkan kuota haji Malaysia berjumlah 31.600 dan tahun ini, pihaknya mendapat tambahan kuota untuk 1.000 orang seperti Indonesia, pemberangkatan jamaah haji Malaysia terbagi dalam dua gelombang.
Untuk gelombang pertama, sudah dipulangkan ke Malaysia secara bertahap sejak 5 Juli 2023 dan sampai hari ini tercatat sudah ada 2.000 orang yang kembali ke Malaysia. Sementara untuk jamaah haji gelombang kedua, akan mulai diberangkatkan dari Mekkah ke Madinah mulai 12 Juli 2023.
“Jamaah hanya tinggal enam hari di Madinah, jadi tidak ada Arbain,” katanya.
Baca juga: Jamaah haji yang pulang lewat Kertajati tidak singgah di asrama haji
Baca juga: Satu orang haji asal Sumenep diangkut ambulans dari Surabaya
Masa tinggal jamaah haji Malaysia di Arab Saudi cukup panjang. Syed Saleh menyebutkan masa tinggal jamaahnya berkisar dari 42, 45, dan 47 hari namun, umumnya 42 hari dan sebagian besar di Mekkah.
Malaysia juga Indonesia serta sejumlah negara Asia Tenggara lainnya menjalin kerja sama dengan Mashariq dalam penyediaan layanan jamaah haji menghadapi masalah yang sama di Masyair dan Syed Saleh menceritakan saat meninjau kesiapan di Masyair 20 hari sebelum wukuf, saat itu belum siap bahkan nampak tim Mashariq baru mulai kerja.
"Kami selalu dijanjikan bahwa semua akan siap sebelum hari H namun, setelah ditinjau lagi sepekan kemudian, tidak jauh beda,” kata Syed Saleh.
Masalah lain yakni air yang menjadi isu cukup besar pada layanan di Arafah, sehingga menyebabkan katering terlambat, serta masalah tenda maktab di Mina, karena ruang tenda sama dengan tahun lalu, tetapi karena ada kasur, justru menjadi semakin sempit.
"Kami sedang memikirkan tahun depan tidak perlu pakai kasur, cukup karpet tebal. Pendingin udara di Mina juga kurang dingin. Itu sudah 25 tahun belum diganti. Bahkan, ada satu maktab di mana saluran air kotorannya (najis) bocor. Situasi di Mina amat teruk (parah) sekali," katanya.
Malaysia, kata Syed Saleh, setuju persoalan yang terjadi di Armina tidak bisa dibiarkan dan perlu upaya diplomatik dan Kementerian Haji dan Umrah Saudi harus ikut menyelesaikan masalah di Armuzna, utamanya yang berkenaan dengan ketersediaan ruang yang cukup.
Baca juga: Kemenag kebut persiapan penyelenggaraan ibadah haji 2024
Baca juga: Menag: Haji lansia diprioritaskan untuk "tanazul" ke Tanah Air
Baca juga: Haji dan perubahan iklim, sisi lain yang perlu diperhatikan
Pewarta: Nur Istibsaroh
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023