DPR boleh saja menilai PNBP tidak dibahas. Tapi kalau sudah ada pembelian mesin simulator, itu menjadi tanggungjawab DPR,"
Jakarta (ANTARA News) - Koordinator Forum Transparansi untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Ucok Sky Khadafi mengatakan Komisi III DPR bertanggung jawab dalam pemberian anggaran untuk Simulator SIM di Mabes Polri melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak. 

"DPR boleh saja menilai PNBP tidak dibahas. Tapi kalau sudah ada pembelian mesin simulator, itu menjadi tanggungjawab DPR," kata Ucok di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan semua pembahasan anggaran di kementerian atau lembaga harus ada persetujuan DPR. Jika DPR menilai PNBP bukan tanggungjawabnya maka lembaga legislatif itu kebobolan dalam pengawasan.

"Semua kan harus ada pembahasannya di DPR, termasuk di Badan Anggarann dan komisi. Di Banggar itu kan semua dibahas termasuk PNBP karena masuk total anggaran yang dibahas," ujarnya.

Menurut dia, peran DPR dalam penganggaran Korlantas, yaitu legislatif mengawasi eksekutif.

Penerimaan negara terbagi atas dua jenis penerimaan, yaitu penerimaan dari pajak dan penerimaan bukan pajak yang disebut penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Menurut Undang-Undang no. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.

UU itu menyebutkan kelompok PNBP meliputi, pertama penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah, kedua penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.

Ketiga, penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan; keempat, penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah.

Kelima, penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi; keenam, penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah; dan ketujuh penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.

Di luar jenis PNBP terurai di atas, dimungkinkan adanya PNBP lain melalui UU.

Dalam kasus Simulator SIM Mabes Polri, mantan anggota DPR M Nazaruddin pernah mengungkapkan ada anggota Komisi III DPR yang diduga terlibat dalam kasus itu, antara lain Azis Syamsuddin, dan Bambang Soesatyo.

Bambang Soesatyo mengatakan anggaran Korlantas Mabes Polri dialokasikan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak. Menurut dia, DPR tidak pernah membahas PNBP tetapi yang terkait dengan APBN.

Dalam hal tersebut, KPK juga sudah memeriksa empat anggota Komisi III DPR, yaitu Bambang Soesatyo (Golkar), Benny K Harman (Partai Demokrat), Azis Syamsuddin (Golkar), dan Herman Heri (PDI Perjuangan), dan Dasrul Djabbar (Partai Demokrat).

Dalam kasus simulator itu, KPK menetapkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka pada tanggal 27 Juli bersama dengan Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo (Wakil Kepala Korlantas nonaktif).

Selain itu Budi Susanto selaku Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA), perusahaan pemenang tender pengadaan simulator, dan Sukotjo S. Bambang sebagai Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI) yang menjadi perusahaan subkontraktor dari PT CMMA juga telah ditetapkan menjadi tersangka.

DS disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sehingga merugikan keuangan negara dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun.

KPK menilai kerugian negara sementara adalah Rp100 miliar dari total anggaran Rp196,8 miliar. ***2***T.I028

(I028/I007)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013