Jadi semacam kemacetan pada sebuah persimpangan yang dipindahkan ke persimpangan lain
Jakarta (ANTARA) - Pengamat transportasi dari Universitas Indonesia (UI), Ellen Tangkudung mengemukakan, penerapan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) pada lampu merah di Ibu Kota mesti mengutamakan angkutan umum.
"Pengaturan AI pada titik lampu merah seharusnya lebih memprioritaskan angkutan umum," ungkap dia saat dihubungi di Jakarta pada Kamis.
Jalur TransJakarta, menurut dia, harus lebih didahulukan. "Untuk sekarang kan lebih diprioritaskan yang macet akan dikenakan lampu hijau lebih lama dan itu secara otomatis," katanya.
Jadi, menurut dia, lampu hijau yang diatur itu mesti diutamakan untuk angkutan umum seperti TransJakarta. "Itu oleh AI bisa diatur, tinggal bagaimana diberi penerapan khusus bagi jalur TransJakarta," ungkapnya.
Persoalannya sekarang adalah masih banyak titik persimpangan dengan lampu merah yang jumlah kendaraannya mencapai titik jenuh.
"Jenuh itu maksudnya sudah terlalu banyak mobilnya (kendaraan)," ungkap dia.
Baca juga: Ini kata Dishub DKI terkait kemacetan di Jakarta
Persimpangan yang normal (tidak jenuh) itu ketika lampu hijau semua kendaraan dalam antrean bisa lewat. Tidak ada yang dua kali mendapat lampu merah.
Tapi kalau hanya dibuat pada 20 titik persimpangan (lampu merah), persimpangan lain juga terjadi kemacetan lagi karena semua sudah jenuh. "Jadi semacam kemacetan pada sebuah persimpangan yang dipindahkan ke persimpangan lain," ungkap dia.
Ia mengatakan, efek dari satu persimpangan yang diterapkan AI ini akan menyebabkan kemacetan di persimpangan lain. Dengan demikian, jika sudah diterapkan AI pada beberapa persimpangan, maka harus diterapkan pada semua persimpangan wilayah DKI.
"Itu kan hanya 20 AI saja dan belum di seluruh wilayah DKI, hanya sebagian saja. Jadi seharusnya ditambah lagi," ungkap dia.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, Syafrin Liputo
mengatakan, pihaknya akan menambah 40 persimpangan lagi untuk dipasang AI sebagai upaya mengurangi kemacetan di DKI Jakarta.
Baca juga: Pemprov DKI diminta berhati-hati mengalokasikan anggaran teknologi AI
Sebanyak 20 lokasi di DKI Jakarta sudah menggunakan AI, yakni Jalan Jembatan 2 Raya-Jalan Tubagus Angke, Jalan Kyai Tapa-Jalan Daan Mogot (Grogol), Jalan S Parman-Jalan Tomang Raya, Jalan S Parman-Jalan KS Tubun-Jalan Gatot Subroto (Slipi) dan Jalan Gatot Subroto-Jalan Rasuna Said (Kuningan).
Lalu Jalan Gatot Subroto-Jalan Supomo (Pancoran), Jalan MT haryono-Jalan Sutoyo (Cawang Uki), Jalan DI Panjaitan-Jalan Kalimalang, Jalan Ahmad Yani-Jalan Utan Kayu (Rawamangun), Jalan Ahmad Yani-Jalan Pemuda-Jalan Pramuka, Jalan Ahmad Yani-Jalan H Ten dan Jalan Perintis Kemerdekaan-Jalan Letjen Suprapto.
Kemudian Jalan Senen Raya-Jalan Kwitang (Senen), Jalan Gunung Sahari-Jalan Wahidin, Jalan Gunung Sahari-Jalan Dokter Sutomo (MBAL), Jalan Gunung Sahari-Jalan Angkasa-Jalan Samanhudi dan Jalan Gunung Sahari-Jalan Mangga Besar (Kartini).
Selain itu Jalan Gunung Sahari-Jalan Pangeran Jayakarta, Jalan Gunung Sahari-Jalan Mangga Dua dan Jalan Perniagaan Raya-Jalan Pasar Pagi Flyover (Jembatan Lima).
Baca juga: Pemprov DKI selesaikan kemacetan secara bertahap
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023