Kejadian itu mencerminkan dampak dari pengetatan kebijakan moneter untuk menurunkan inflasi dan merupakan kerugian terbesar yang pernah dicatat oleh MAS.
Direktur Pelaksana MAS Ravi Menon mengatakan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh dua faktor, yaitu efek translasi mata uang negatif dari dolar Singapura yang lebih kuat dan biaya bunga yang tinggi dari pembersihan kelebihan likuiditas dalam sistem perbankan.
Menurut Menon, sekitar 70 persen dari kerugian bersih itu atau 21,4 miliar dolar Singapura, disebabkan efek translasi mata uang negatif dari dolar Singapura yang lebih kuat.
Dolar Singapura terapresiasi secara signifikan pada tahun fiskal 2022-2023 saat MAS memperketat kebijakan moneter untuk meredam tekanan inflasi.
Menon menjelaskan sisa 30 persen dari kerugian tersebut, atau 9,0 miliar dolar Singapura, disebabkan oleh biaya bunga bersih dari operasi pasar uang MAS untuk membersihkan kelebihan likuiditas dalam sistem perbankan.
Pewarta: Xinhua
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2023