Jakarta (ANTARA News) - PT PLN (Persero) memperkirakan kebutuhan biaya bahan bakar pembangkit listriknya turun Rp2,6 triliun atau 4,2 persen dari Rp61,7 triliun tahun 2006 menjadi Rp59,1 triliun pada 2007. Pelaksana Tugas Dirut PLN Djuanda Nugraha Ibrahim dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta Senin mengatakan, biaya pembelian BBM turun 13,6 persen atau Rp6,82 triliun dari Rp50,3 triliun tahun 2006 menjadi Rp43,48triliun. "Penurunan biaya BBM terbesar dari turunnya pemakaian HSD (high speed diesel) sebesar 30 persen dari Rp41,7 triliun menjadi Rp29,21 triliun," katanya. Namun, di sisi lain, biaya BBM jenis marine fuel oil (MFO) membengkak 70 persen dari Rp8,6 triliun menjadi Rp14,27 triliun. PLN sengaja meningkatkan pemakaian MFO dikarenakan harganya jauh lebih murah ketimbang HSD. BUMN itu mematok harga HSD 2006 Rp6.000 per liter sementara 2007 Rp6.900 per liter. Sedang harga MFO, dipatok Rp3.810 per liter tahun 2006 dan Rp4.381 per liter tahun 2007. Djuanda menambahkan, pada tahun 2007, biaya batubara meningkat 46,2 persen dari Rp5,5 triliun di tahun 2006 menjadi Rp8,04 triliun. Volume batubara juga meningkat menjadi 21,1 juta ton tahun 2007 dari sebelumnya 16,6 juta ton tahun 2006. PLN mematok harga batubara di tahun 2006 Rp 332 per kg dan Rp381 per kg tahun 2007. Untuk kebutuhan gas, PLN memperkirakan mencapai 199.796 miliar British thermal unit (BTU) tahun 2006 dan 221.645 miliar BTU di tahun 2007. "Harga gas kami perkirakan Rp 29.693 per MMBTU di tahun 2006 dan Rp 34.147 per MMBTU tahun 2007," katanya. Biaya pokok penyedian tenaga listrik dihitung per sistem penyediaan tenaga listrik seperti PLTD sebesar 0,275 sampai 0,3 liter/ kWh, PLTG dengan solar (HSD) 0,45 liter/ kWh, PLTG dengan gas 0,011 MMBTU/kWh, PLTGU dengan solar (HSD) 0,4 liter/kWh, dan PLTU batubara 0,5 kg/kWh. "Biaya tetap tergantung pada tingkat pemakaian pembangkit (capacity factor). Semakin kecil tingkat pemakaiannya, semakin tinggi biaya tetapnya," ujarnya. Porsi BBM Djuanda juga mengatakan, porsi pemakaian BBM dalam produksi tenaga listrik tahun 2006 menurun menjadi 22 persen dibandingkan 2005 yang 30 persen. Penurunan itu dikarenakan masuknya tiga pembangkit besar berbahan bakar non-BBM di tahun 2006 yakni PLTU Cilacap 2x300 MW, PLTU Tanjung Jati B 2x660 MW, dan PLTGU Cilegon 750 MW. "Tahun 2006, pemakaian BBM turun dua juta kiloliter dibandingkan 2005.Namun, penurunan itu belum memperbaiki struktur biaya pokok penyediaan listrik karena BBM naik hingga 100 persen di tahun 2005, sementara TDL tidak naik tahun 2006," katanya. Akibat tidak ada kenaikan TDL, lanjut Djuanda, biaya subsidi membengkak Rp11,2 triliun dari Rp17 triliun yang disepakati pemerintah dan DPR.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006