Singaraja, Bali (ANTARA) - Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan Singaraja, Bali melestarikan ukiran khas Buleleng pada pembangunan tembok keliling kampus setempat.
"Pembangunan tembok keliling atau penyengker dan Candi Bentar tersebut sejak awal memang dibangun dengan menggunakan bahan batu paras sangsit yang khas, serta dihiasi dengan ukiran khas Buleleng sebagai langkah nyata dalam melestarikan budaya dan identitas lokal," kata Ketua STAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja, Dr. I Gede Suwindia, M.A di Singaraja, Bali, Selasa.
Baca juga: Menteri Agama resmikan STAHN Mpu Kuturan Buleleng
"Kehadiran ukiran batu paras sangsit di kampus kami menjadi simbol kebanggaan dan semangat untuk menghargai kearifan lokal serta memperkuat identitas budaya Bali," katanya.
Suwindia mengatakan pelestarian kearifan lokal dalam pembangunan fisik kampus sangat penting sebagai bentuk komitmen seluruh sivitas akademika STHN Mpu Kuturan sebagai bentuk komitmen terhadap pewarisan nilai-nilai luhur budaya masyarakat setempat.
"Kami memiliki komitmen yang kuat untuk menjaga keberagaman dan kekayaan budaya Buleleng. Pembangunan tembok penyengker ini merupakan salah satu langkah nyata kami dalam melestarikan identitas lokal serta memberikan nilai tambah bagi kampus ini," katanya.
Suwindia menjelaskan tidak hanya sebatas sebagai hiasan, ukiran batu paras sangsit juga menjadi media pendidikan dan pengenalan seni budaya bagi para mahasiswa di STAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja. Karya-karya seni itu menyediakan ruang refleksi dan inspirasi untuk mengapresiasi keindahan seni tradisional dan warisan budaya yang berharga.
Kehadiran seni ukir khas Buleleng dari batu paras sangsit di kampus ini membawa semangat kearifan lokal yang mendalam dan menjadi saksi keindahan seni yang tak lekang oleh waktu. STAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja, menurut Suwindia, menjadi wadah bagi seni yang memesona dan melambangkan kekayaan budaya Bali.
Baca juga: STAHN Singaraja beri penghargaan untuk tokoh pendidikan
Baca juga: Stafsus Presiden dan STAHN Mpu Kuturan bekerja sama lestarikan lontar
Para seniman lokal yang mahir dalam mengolah batu paras sangsit telah mempercantik kampus dengan karya-karya mereka yang luar biasa. Motif-motif khas Bali, seperti ukiran burung, kijang, naga, dan rangkaian bunga menjadikan kampus sebagai panggung seni yang mempesona.
Tidak hanya itu, salah satu sudut yang menarik, yakni keberadaan sebuah relief yang memang diadopsi dari Pura Madue Karang yang berbentuk seniman Belanda WOJ Nieuwenkamp yang menjelajahi Pulau Bali dengan sepeda pada tahun 1904.
Berdasarkan cerita yang beredar luas dalam masyarakat, karena penduduk setempat belum terbiasa dengan jenis penggerak ini pada saat itu, memicu antusiasme masyarakat untuk mengabadikan dalam bentuk relief yang sangat nyata sesuai aslinya. Penampilannya terekam dalam relief yang hampir seukuran aslinya. Kini ukiran tersebut bisa dijumpai juga di halaman STAH Negeri Mpu Kuturan.
Pewarta: Rolandus Nampu/IMBA Purnomo
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023