Pekanbaru (ANTARA News) - Deputi Pemberdayaan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) V Sambudiyono menuding pihak Kejaksaan belum serius memerangi narkoba di Indonesia, hal ini terlihat dari terus tertundanya eksekusi mati terhadap 71 terpidana gembong narkoba.
"Kami merasakan itu kontrapoduktif dengan upaya BNN memerangi narkoba," kata Sambudiyono kepada pers pada Raker Pemberdayaan Alternatif untuk Memerangi Narkoba, di Pekanbaru, Selasa.
Ia mengatakan, melaksanakan eksekusi mati terhadap terpidana merupakan kewenangan dari pihak Kejaksaan.
Berdasarkan catatan BNN, sebanyak 71 orang divonis hukuman mati, 51 narapidana di antaranya warga negara asing.
Namun, hingga kini belum ada satu pun yang dieksekusi.
"Sedangkan di dalam Lapas mereka (gembong narkoba) masih operasional dan kadang-kadang mereka jadi ATM," tegasnya.
Ia menilai lambannya penindakan hukum dari pihak Kejaksaan sudah mencederai itikad politik dari pemerintah untuk memerangi narkoba yang sudah tertuang dalam Instruksi Presiden No.39 Tahun 1999.
Di sisi lain, ketika BNN terus berupaya agar timbul kesadaran dari masyarakat untuk berani memerangi peredaran narkoba di lingkungannya, akan jadi tidak efektif tanpa didukung dengan penegakan hukum.
"Padahal, kalau dimengerti masing-masing melakukan tugas pokok dan fungsinya, otomatis akan menimbulkan sinergitas," ujarnya.
"Kenapa eksekusi mati untuk kasus terorisme cepat, tapi begitu kasus narkoba lama," lanjut Sambudiyono.
Ia mengatakan ancaman terhadap narkoba di Indonesia sudah sangat membahayakan, karena hasil penelitian BNN dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia periode 2011 menunjukkan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba sebesar 2,2 persen atau setara dengan 3,8-4,2 juta orang.
Angka tersebut di bawah proyeksi angka prevalensi internasional, sebesar 2,32 persen dan juga naik dibandingkan angka prevalensi tahun 2008 yang mencapai 0,21 persen.
(F012)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013