Jakarta (ANTARA News) - Pakar pendidikan Prof Dr HAR Tilaar mengritisi kebijakan pendidikan yang tertuang dalam Renstra Pendidikan Nasional (2005-20090) yang menitikberatkan pada paradigma ekonomi dunia.
"Renstra yang disusun Depdiknas tersebut menggunakan paradigma ekonomi untuk melahirkan manusia Indonesia yang dapat bersaing," katanya pada Seminar Kebangsaan di Jakarta, Sabtu.
Menurut guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu, pemilihan paradigma untuk mengembangkan kemampuan manusia Indonesia yang dapat bersaing adalah tujuan yang baik, tapi dipertanyakan strategi pendidikan nasional yang hanya mengembangan SDM nantinya dapat tercapai.
"Padahal, tujuan pendidikan yang semata-mata menghasilkan SDM bertentangan dengan hakekat manusia Indonesia cerdas," katanya dalam seminar memperingatai Hari Pendididikan Nasional dan Hari Kebangkitan Nasional yang diadakan DPP Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI.
Manusia Indonesia cerdas, katanya, merupakan proses yang bersifat kemanusiaan, sehingga tujuan pendidikan tidak hanya diukur dari kemampuan SDM, tetap harus berkemampuan kepribadian dan moral kemanusian untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tilaar memberikan contoh, Depdiknas melaksanakan kebijakan ujian nasional untuk tiga mata pelajaran yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika bagi siswa SMP dan SMA adalah bertentangan dengan UU No. 20/2003 karena lembaga pertama yang berhak menguji siswa adalah guru dan sekolah.
"Pelaksanaan ujian nasional untuk tiga mata pelajaran itu mungkin bertujuan mewujudkan melahirkan SDM Indonesia agar bersaing di era global, sedang mata pelajaran untuk mewujudkan nilai moral, kebangsaan dan patriotisme tidak diujikan secata nasional, seperti Sejarah Nasional dan Geografi," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP PIKI Cornelius Ronowidjojo mengatakan, paradiga pendidikan yang hanya bertujuan meningkatkan kemampuan SDM untuk memenuhi lapangan kerja, hanya akan menghasilkan lulusan yang bersikap pragmatisme dan "hedonisme".
Dia mengusulkan, agar paradigma pendidikan dikembalikan sebagai bagian tujuan mewujudkan masyarakat sejahtera dengan memberikan muatan pendidikan budi pekerti dan nilai kebangsaan sehingga pendidikan menghasilkan manusia yang cerdik dan pandai, serta berbudipekerti luhur, berjiwa kebangsaan dan memiliki jatidiri Indonesia.
Ketua Bidang Pendidikan DPP PIKI, LB Sihasale menambahkan, sudah saatnya pemrrintah memasukkan materi hak asasi manusia (HAM) ke dalam kurikulum pendididkan mulai SMP sampai perguruan tinggi, agar lulusan pendidikan memiliki pengetahuan tentang HAM.
Dengan demikian, katanya, lulusan pendidikan Indonesia memiliki pengetahuan HAM yang mendukung upaya mewujudkan masyarakat demokratis dan menghargai HAM termasuk untuk menunjukkan komitmen RI tentang penegakan HAM karena Indonesia saaat ini menjadi anggota Dewan HAM PBB.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006