"Saya ingin menyatakan sangat berterimakasih dan sangat percaya bahwa hubungan persahabatan dan kerjasama membuat dua negara kita akan menjadi semakin lebih kuat," kata Gusmao.
Dili (ANTARA News) - Presiden Timor Leste Xanana Gusmao Sabtu bertolak ke Indonesia untuk menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono guna membahas situasi keamanan di sini setelah munculnya gelombang kerusuhan jalanan yang merenggut banyak korban. Gusmao terbang dari Dili ke pulau wisata Bali untuk kunjungan sehari guna menyatakan terimakasihnya kepada Yudhoyono atas bantuan kemanusiaan yang diberikan setelah Timor Leste dilanda kerusuhan bulan lalu, kata kantornya. Presiden Timor Leste menandaskan dalam satu pidatonya di hadapan parlemen, bahwa Indonesia membantu meringankan penderitaan lebih dari 133.000 orang yang terlantar akibat kerusuhan tersebut. "Saya ingin menyatakan sangat berterimakasih dan sangat percaya bahwa hubungan persahabatan dan kerjasama membuat dua negara kita akan menjadi semakin lebih kuat," kata Gusmao. Menteri Luar Negeri Timor Leste, Jose Ramos-Horta menyertai Gusmao dalam kunjungan itu, kata para pejabat. "Mereka akan membahas berbagai masalah penting bagi Timor Leste -- kehadiran pasukan multinasional, situasi kemanusiaan dan bagaimana bekerjasama di masa-masa mendatang," kata Agio Pereira, kepala staf Gusmao kepada AFP. "Pertemuan itu membicarakan mengenai situasi Timor Leste sekarang, saat ini," kata Pereira tanpa memberikan penjelasan secara rinci. Timor Leste memilih merdeka dari Indonesia pada tahun 1999 setelah 24 tahun menjadi provinsi Indonesia, namun referendum yang diikuti kerusuhan menetapkan negara kecil ini merdeka, dan sekitar 1.400 orang tewas di sana. Gusmao berupaya melenyapkan ketegangan di negara Katholik kecil yang berpenduduk hampir satu juta orang itu dalam pekan ini, dengan memerintahkan tentara pemberontak menyerahkan senjata mereka kepada pasukan perdamaian internasional. Kerusuhan meletus setelah Perdana Menteri Mari Alkatiri, lawan politik Gusmao, memecat 600 tentara dari wilayah barat negara tersebut, yang kemudian dikomplain sebagai diskriminasi kewilayahan. Kerusuhan tersebut memicu terjadinya pertempuran antara pasukan keamanan dan kelompok-kelompok (geng) di jalan-jalan, sehingga menewaskan sedikitnya 21 orang dan lebih dari 133.000 orang lainnya terlantar di dalam dan di sekitar ibukota Dili.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006