"Katanya ia baru saja menghubungi dua orang yang ada di bunker, mereka baik-baik saja, hanya mengeluh lapar," kata dia.
Yogyakarta (ANTARA News) - Warjono (32) yang dikenal sebagai putera paling "gemati" (berbakti) pada ibundanya terlebih setelah perempuan berusia sekitar 70 tahun tersebut menderita stroke sejak beberapa tahun lalu, kini telah pergi untuk selamanya.Kepastian meninggalnya putera keempat dari pasangan Harto Wiyono dan Tukinem itu diketahui Jumat (16/6) sekitar pukul 07.00 WIB ketika jenazahnya ditemukan oleh regu penyelamat gabungan dalam keadaan hangus di dalam ruang lindung darurat (bunker) Kaliadem.Warjono meninggal dunia setelah diketahui suhu ruangan dalam bunker mencapai ratusan derajat celcius yang menghanguskan badan hingga organ bagian dalam tubuhnya.Dalam kenangan tetangganya, ia tidak pernah absen memasakkan air untuk mandi ibunda tercintanya setiap sore. Padahal kegiatannya bisa dibilang padat, terlebih ketika desanya disibukkan dengan aktivitas Merapi.Setiap pagi Warjono, anak keempat dari lima saudara, mencari rumput untuk lima ekor sapinya. Siang hari ia bertugas sebagai relawan yang bekerja apa saja untuk membantu keperluan masyarakat Kepuharjo dan sekitarnya, baik di posko pengungsian maupun mengamati aktivitas gunung dari jarak dekat."Ia selama ini yang merawat sakit ibunya, menyiapkan mandi tiap hari," kata Kepala Desa Kepuharjo, Agustina Puji Winarna.Ibunda Warjono kelihatan paling terpukul dengan kematian tragis anaknya oleh terjangan awan panas dari gunung yang selama ini memberinya rezeki itu.Badannya yang renta seolah tak memberinya daya sekedar untuk melepas sesak. Ia tidak memiliki tenaga untuk menangis hebat seperti anggota keluarganya yang lain. Tetapi sepanjang prosesi pemakamam, ia tetap saja tidak bisa menyembunyikan kesedihan.Ratusan pelayat ada di depan matanya, tetapi pandangannya tak tertuju pada satu pun di antara mereka. Mengenakan busana tradisional sederhana dibalut jaket, ia hanya terduduk di kursi lipat merah. Kulit kuning dan rambutnya yang memutih semakin membuatnya terlihat kuyu.Ia seolah tak melihat anak bungsunya, Untung, dibopong masuk masjid setelah pingsan karena tak kuat menahan kesedihan. Ia pun sudah tak bisa mendengar lagi jerit tangis anak-anaknya yang lain.Terakhir ia tak bisa melihat jasad anaknya karena kondisinya yang mengenaskan. Dituntun beberapa kerabat, ia melihat Warjono selama beberapa detik dalam balutan kain mori warna putih dalam peti mati di dalam Masjid Baiturrohim yang terletak tepat di depan rumahnya.Seolah ia terkenang, sehari sebelumnya masih bisa tersenyum lega setelah mendapat kabar anaknya yang terkurung di dalam bunker berada dalam keadaan baik-baik saja.Kala itu, Prapti, kakak korban menceritakan Rabu (14/6) sekitar pukul 12.00 WIB, ada seorang aparat yang memberitahu pihak keluarga bahwa Warjono saat ini masih dalam keadaan sehat. "Katanya ia baru saja menghubungi dua orang yang ada di bunker, mereka baik-baik saja, hanya mengeluh lapar," kata dia.Ia percaya saja pada si pembawa kabar yang tak dikenalnya itu karena selama ini adiknya memang pernah menceritakan perihal fungsi bunker yang dapat menjamin keselamatan ketika kita tidak memiliki cukup waktu untuk menghindari luncuran awan panas yang sangat cepat itu.Ternyata, Jumat pagi (16/6), ibunya dan beberapa kerabat yang mengungsi di SMP 2 Cangkringan dijemput pamannya untuk segera kembali ke rumah karena Warjono telah ditemukan.Bukan pesta penyambutan yang berbalut rasa haru, tetapi kepedihan yang mendalam diterima keluarga warga Dusun Kopeng Desa Kepuharjo ini.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006