Tentu penetapan Teuku Bagus sebagai tersangka merupakan kemajuan dan langkah besar."
Jakarta (ANTARA News) - Juru bicara keluarga Mallarangeng, Rizal Mallarangeng, mengapresiasi langkah KPK menetapkan mantan Direktur Operasional PT Adhi Karya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi sport center Hambalang.
"Tentu penetapan Teuku Bagus sebagai tersangka merupakan kemajuan dan langkah besar," kata Rizal di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan dengan penetapan tersangka baru itu menandakan mulai terbuka skandal Hambalang. Namun dia juga menyebutkan agar semua pihak diperiksa secara benar termasuk rekening Teuku Bagus.
"Alhamdulillah, mulai tersingkap skandal Hambalang, asal semua diperiksa benar, termasuk rekening Teuku Bagus," ujarnya.
Menurut dia, Teuku Bagus merupakan tokoh kunci karena anggaran sejak ditandatangani Menteri Keuangan dari kas negara langsung masuk ke PT Adhi Karya tidak ke Kemenpora. Dia menjeaskan uang itu dari PT Adhi Karya langsung ke Mahfud Suroso yang merupakan Direktur Utama PT Dutasari Citralaras.
"Perusahaan Mahfud Suroso itu kan sebagai subkontraktor dan yang tandatangan Teuku Bagus. Kemana pun uang itu pergi meskipun satu sen, Teuku Bagus pasti tahu," ujarnya.
Rizal menilai jika Teuku Bagus dan Mahfud Suroso sudah jadi tersangka, maka logikanya penyelesaian kasus ini akan semakin cepat.
Sebelumnya KPK telah menetapkan mantan Direktur Operasional 1 PT Adhi Karya (persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Jawa Barat.
"Jumat sore ini penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup dan bisa disimpulkan ada keterlibatan atas nama TBMN dalam kaitannya proses penyidikan tindak pidana korupsi sport center Hambalang tahun 2010-2012," kata juru bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat.
KPK menyangkakan Teuku Bagus dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 junto pasal 55 ayat 1 KUHP.
Dalam audit BPK terkait proyek Hambalang menyimpulkan ada indikasi penyimpangan peraturan perundang-undangan dan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan berbagai pihak dalam proyek Hambalang. Indikasi kerugian negara sampai pemeriksaan per 30 Oktober 2012 mencapai Rp 243,66 miliar.
Salah satu Temuan penyimpangan BPK yaitu terkait kontrak tahun jamak bahwa Menteri Keuangan menyetujui kontrak tahun jamak dan Dirjen Anggaran menyelesaikan proses persetujuan kontrak tahun jamak setelah melalui proses telaah secara berjenjang dan bersama-sama.
Padahal menurut BPK kontrak tahun jamak itu diduga melanggar PMK 56/PMK.02/2010.
Pelanggaran itu, antara lain, tidak seluruh unit bangunan yang hendak dibangun secara teknis harus dilaksanakan dalam waktu lebih dari satu tahun anggaran.
Selain itu, permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tidak diajukan oleh menteri. Terakhir, revisi Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) Kemenpora 2010 yang menunjukkan kegiatan lebih dari satu tahun anggaran belum ditandatangani oleh Dirjen Anggaran.
Lalu terkait persetujuan RKA-KL 2011, Dirjen Anggaran menetapkan RKA-KL Kemenpora tahun 2011 dengan skema tahun jamak sebelum penetapan proyek tahun jamak disetujui. Dirjen Anggaran diduga melanggar PMK 104 /PMK.02/2010.
Dalam kasus itu KPK telah menetapkan mantan Menpora Andi Alifian Mallarangeng dan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Deddy Kusdinar sebagai tersangka.
Andi ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai Menpora dan pengguna anggaran proyek Hambalang. Andi disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Deddy ditetapkan tersangka terkait jabatannya dulu sebagai Kepala Biro Perencanaan Kemenpora. Deddy diduga telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
KPK menyangkakan Deddy dengan pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
KPK mulai menyelidiki kasus Hambalang sejak Agustus 2011. Setidaknya ada dua peristiwa yang terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang yang ditaksir KPK mencapai Rp2,5 triliun. Pertama, pada proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di Jawa Barat dan pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan secara multiyears. (I028/I007)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013