Yogyakarta (ANTARA) - Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syakir Jamaluddin mengatakan Hari Raya Idul Adha merupakan momentum umat Muslim meneladani pendidikan yang seimbang dari Nabi Ibrahim AS kepada putranya Nabi Ismail AS.

"Tentu hanya orang tua yang memiliki kualitas jiwa dan akal yang tinggi yang mampu melahirkan dan mendidik anak-anak dengan kualitas jiwa dan akal yang tinggi pula," kata Syakir saat menjadi khatib Shalat Idul Adha di halaman Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Rabu.

Syakir menuturkan Nabi Ibrahim sebagai seorang ayah mampu mendidik Ismail untuk tumbuh dengan bekal pendidikan yang baik dan berimbang.

Sebagai seorang ayah, kata dia, Nabi Ibrahim tidak sekadar mengasah kecerdasan intelektual, kreatifitas, dan keterampilannya, akan tetapi juga mengasah aspek emosional dan aspek spiritualitas Ismail.

"Aspek spiritualitas itu yakni memiliki iman yang kuat dan kesabaran yang luar biasa dalam berbakti kepada Allah secara total," kata dia.

Ketika muncul perintah dari Allah kepada Ibrahim untuk menyembelih putranya, ujar Syakir, Nabi Ismail bukan saja dapat menerimanya dengan tabah tetapi justru membantu kebimbangan ayahnya untuk melaksanakan ujian berat dari Allah SWT.

"Dia yakinkan bapaknya bahwa dia akan sabar menerima keputusan Allah," kata Syakir.

Mengutip penelitian tokoh psikolog kontemporer Daniel Goleman, menurut Syakir, kesuksesan para pemimpin dunia dipengaruhi kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual yang seimbang.

Kesuksesan para pemimpin dunia, kata dia, hanya dipengaruhi sekitar 6 sampai 20 persen kecerdasan intelektual, sementara selebihnya banyak dipengaruhi oleh kecerdasan emosional dan spiritual mereka.

Namun demikian, ia menilai tidak banyak orang tua masa kini yang mampu mendidik anak mereka secara seimbang.

"Kita tidak boleh menyalahkan anak-anak kita kalau mereka ternyata hanya cerdas dan pintar secara intelektual tapi justru kecerdasan dan kepintarannya lebih banyak mengelabui orang tuanya, pintar korupsi, pintar berbohong, tidak merasa berdosa melakukan kemaksiatan dan kejahatan," tutur dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.

Menurut dia, pelajaran penting lain kisah Nabi Ibrahim adalah mengajarkan umat Muslim agar senantiasa membuka keran komunikasi yang baik dengan anak.

"Meskipun Ibrahim sebagai bapak bisa saja memaksakan perintah Allah kepada anaknya, apalagi ia merasa yakin akan kebenaran perintah tersebut. Namun dia tetap mengkomunikasikannya kepada anaknya, karena ini menyangkut nyawa anaknya," kata dia.

Selain itu, ia menambahkan, jika para pemimpin diibaratkan sebagai orang tua maka perlu pula membuka keran komunikasi yang baik kepada rakyatnya.

"Sebaik apapun keinginan dan program kita tapi kalau tidak dikomunikasikan secara baik maka hasilnya bisa tidak baik. Ini merupakan contoh pendidikan antara pemimpin sebagai orang tua dan rakyat yang dipimpin sebagai anak," kata Syakir.

Baca juga: Khatib: Kurban adalah amal sosial bukan sekadar ibadah ritual

Baca juga: Menko PMK shalat Idul Adha di Gedung PP Muhammadiyah

Baca juga: Gedung PP Muhammadiyah siap tampung 1.500 jamaah Shalat Idul Adha esok

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023