Pada saat yang sama, China terlihat mengalami kesulitan mencapai target pertumbuhan.
Jakarta (ANTARA) - Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong menyatakan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari ini, di tengah sentimen risk off dipicu kekhawatiran perlambatan ekonomi dari sikap agresif bank sentral dunia.
"Perkembangan terakhir, The Fed yang mensinyalkan masih akan menaikkan suku bunga 2 kali, RBA (Reserve Bank of Australia) dua kali mengejutkan pasar dengan kenaikan, BoE (Bank of England) mengejutkan pasar dengan kenaikan yang lebih besar minggu lalu," ujar dia ketika ditanya, di Jakarta, Senin.
Lebih lanjut, bank sentral disebut melihat upaya melawan inflasi masih jauh dari selesai. Hal ini dikhawatirkan akan semakin menekan pertumbuhan ekonomi global.
"Pada saat yang sama, China terlihat mengalami kesulitan mencapai target pertumbuhan," ujarnya pula.
Selain itu, dia melihat pelemahan rupiah turut dipengaruhi perkembangan di Rusia pasca pemberontakan kelompok tentara bayaran Wagner. "Ketidakpastian ini memicu permintaan dolar AS sebagai safe haven dan mata uang emerging dihindari," kata Lukman.
Pada penutupan perdagangan hari ini, rupiah mengalami pelemahan sebesar 0,15 persen atau 23 poin menjadi Rp15.021 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.998 per dolar AS.
Sepanjang hari ini, rupiah bergerak dari Rp15.006 per dolar AS hingga Rp15.040 per dolar AS.
Adapun pada pembukaan perdagangan Senin pagi, rupiah melemah 42 poin atau 0,28 persen menjadi Rp15.040 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.998 per dolar AS.
Baca juga: Rupiah pada Senin pagi melemah jadi Rp15.040 per dolar AS
Baca juga: Analis: Pelemahan rupiah karena kekhawatiran resesi global meningkat
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023