Tanjungpinang (ANTARA) - Pemerintah Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri), menilai ada data anomali dalam angka kemiskinan yang terdata di Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang dihasilkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2021.

"Sebab, berdasarkan verifikasi terhadap Nomor Induk Kependudukan (NIK), dari 12.386 kepala keluarga yang masuk dalam kategori miskin, diketahui terdapat sekitar 2.800 data anomali atau rancu," kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Tanjungpinang Teguh Susanto, Ahad.

Teguh mengatakan data anomali tersebut berasal dari penduduk yang sudah meninggal dunia, pindah keluar daerah, dan memiliki profesi yang tidak sepatutnya masuk dalam kriteria kemiskinan seperti PNS, dan TNI/Polri.

Bahkan, katanya, kerancuan pendataan tahun 2021 sampai menyebabkan seorang anggota DPRD Provinsi Kepri, dan PNS tercatat masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Baca juga: BPK RI soroti upaya penanganan kemiskinan di Provinsi Kepri

Baca juga: Beras dan rokok jadi penyumbang terbesar garis kemiskinan di Kepri

“Kita juga masih perlu melakukan validasi lapangan untuk menghasilkan data yang lebih akurat,” ujarnya.

Ia menyampaikan data anomali itu menyebabkan angka kemiskinan di Tanjungpinang menjadi kurang akurat dan harusnya tidak dapat dijadikan bahan untuk menjustifikasi bahwa kemiskinan di daerah itu selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan.

Untuk membangun data lebih akurat, menurut dia, pada tahun 2022 pemerintah telah melaksanakan kegiatan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek).

Data hasil Regsosek ini, katanya, akan dipergunakan sebagai data kependudukan tunggal, atau satu data, karena isinya memuat kondisi sosial ekonomi demografis, kondisi perumahan dan sanitasi air bersih, kepemilikan aset, kondisi kerentanan kelompok penduduk khusus, informasi geospasial, tingkat kesejahteraan, dan informasi sosial ekonomi lainnya.

“Hasil pendataan Regsosek untuk membangun satu data, belum dipublikasikan karena masih dalam proses. Saya tidak menyatakan data survei sosial ekonomi nasional susesnas tahun lalu tidak valid, namun ada anomali data yang kita temukan," ungkap Teguh.

Dia menyampaikan saat ini pemerintah tengah membangun satu data Indonesia untuk mensinkronkan data P3KE dan DTKS. Prosesnya masih berjalan dan tinggal menunggu hasilnya.

Teguh optimistis dengan program pembangunan ekonomi kerakyatan yang secara masif dilakukan oleh Pemkot Tanjungpinang pasca pandemi COVID-19, seperti bantuan modal usaha, bantuan peralatan pertanian dan perikanan, bantuan peralatan industri kecil dan menengah, angka kemiskinan di daerah itu akan terus mengalami penurunan.

"Berbagai sumber daya yang berasal dari APBN dan APBD Tanjungpinang, dipergunakan untuk program dan kegiatan peningkatan ekonomi masyarakat," ucapnya.

Selain itu, program pembangunan dan penguatan ekonomi kerakyatan kepada masyarakat pelaku UMKM/IKM, kelompok tani, nelayan bahkan membawa Tanjungpinang sebagai daerah terbaik dalam pengendalian inflasi daerah.

Fakta tersebut, kata Teguh, hendaknya juga dipergunakan sebagai acuan untuk meninjau kembali penilaian mengenai kemiskinan di Tanjungpinang.

Pihaknya juga memprediksi pada tahap awal Regsosek, terjadi pengurangan angka kemiskinan di Tanjungpinang.

"Pendataan pada Regsosek lebih rinci, tidak secara makro, hingga hasilnya diyakini lebih akurat dan akan dipergunakan sebagai satu data Indonesia,” demikian Teguh.*

Baca juga: Pengamat: kemiskinan picu golput di Kepri

Pewarta: Ogen
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023