Pelatihan ini bertujuan meningkatkan kapasitas wartawan dalam pemahaman penanggulangan serta pengurangan risiko bencana
Jakarta (ANTARA) - Peran jurnalis dalam kebencanaan sangat penting dan strategis untuk menyebarluaskan informasi yang tepat dan akurat, sehingga penanganan bencana bisa lebih optimal, namun dalam meliput bencana di suatu wilayah tak jarang awak wartawan turut menjadi korban hingga perlu dievakuasi dari lokasi.
Guna meminimalisasi hal itu, Indonesia Care bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), Badan SAR Nasional (Basarnas) mengadakan pelatihan jurnalis tangguh bencana berlokasi di Ecopark Ancol, Jakarta Utara, Sabtu.
"Bencana memiliki dampak sangat besar terhadap kehidupan manusia dan lingkungan sekitar. Dalam situasi ini, peran jurnalis menjadi semakin penting untuk memberikan informasi yang akurat, tepat waktu, dan berimbang kepada masyarakat," kata Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi saat membuka acara Pelatihan Jurnalis Tangguh Bencana.
Menurut Prasinta, semakin meningkatnya frekwensi kejadian bencana, pengetahuan dan keahlian dalam menghadapi bencana harus dimiliki para jurnalis.
BNPB mencatat hingga 21 Juni 2023 telah terjadi 1.778 kejadian bencana yang didominasi oleh bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, longsor dan cuaca ekstrem.
Baca juga: BNPB: Waspadai bencana hidrometeorologi basah
Baca juga: BNPB: 1.778 kejadian bencana terjadi sejak Januari hingga19 Juni 2023
"Pelatihan ini bertujuan meningkatkan kapasitas wartawan dalam pemahaman penanggulangan serta pengurangan risiko bencana," kata Prasinta.
Pelatihan yang berlangsung selama tiga hari, dimulai dari tanggal 23 sampai 25 Juni, menghadirkan sejumlah narasumber dan instruktur dari Basarnas, BNPB, PPLI, Human Initiative, Dinkes DKI Jakarta, Tagana DKI Jakarta, dan masih banyak lagi.
Pada hari pertama pelatihan, jurnalis dilatih mengenal tantangan di lokasi bencana oleh instruktur berpengalaman dari Eiger. Pada pelatihan ini, jurnalis dilatih mempersiapkan pelatihan dalam kedaruratan.
Dari pelatihan tersebut, diketahui apa saja yang perlu dipersiapkan sebelum bertugas meliput bencana, yang pertama adalah mental dan fisik, kemudian menyusun rencana perjalanan.
Dalam pelatihan itu juga, jurnalis diberikan wawasan tentang kesiapsiagaan bencana dalam keluarga serta desa tangguh bencana dari BNPB.
Salah satu pengetahuan yang diperlukan dalam kesiapsiagaan bencana keluarga, adalah mengidentifikasi tempat-tempat yang bisa mencelakakan saat terjadi bencana, salah satunya gempa.
"Perlu mengidentifikasi tempat-tempat yang mencelakakan kita, seperti lemari, meja. Bukan gempa yang membunuh, tapi barang-barang dan bangunan," ujar Arif Fadli dari BNPB.
Tidak hanya bencana yang berasal dari alam, jurnalis juga dikenalkan bencana yang disebabkan oleh limbah B3 atau kimia yang disampaikan oleh narasumber dari PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI).
Tidak hanya teori, peserta juga dilatih praktik cara survival (bertahan) saat berada di laut dan hutan. Pelatihan berupa formasi mengapung saat menunggu tim evakuasi menjemput korban di laut. Kemudian cara menyalakan api menggunakan stater fire serta membangun bivak (tempat perlindungan).
Jurnalis juga diajarkan cara bantuan kesehatan dasar berupa cara melakukan RJP dan menangani korban luka dan patah tulang.
Pelatihan lapangan lainnya cara mengenal jenis ular yang berbisa dan tidak berbisa, dan bagaimana mengatasinya. Serta mengenal cara mendapatkan makanan dan minuman selama bertahan di hutan.
"Dalam kebencanaan tanpa peran media, relawan, penanggulangan terasa timpang. Untuk itu semua sejalan dan selaras dalam kolaborasi," tutur Lukman Azis, Direktur Indonesia Care.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023