Jakarta (ANTARA) - Pengurus Besar Esports Indonesia (PB ESI) menghormati keputusan Komite Olimpiade Internasional (IOC) tidak mempertandingkan game populer dalam Olympic Esports Week, ajang yang menjadi langkah awal memasukkan esport ke dalam program Olimpiade.
Olympic Esports Week, yang digelar di Singapura pada 22-25 Juni 2023, mempertandingkan olahraga tradisional secara virtual.
Alih-alih game populer seperti game first-person shooter atau tembak-menembak "Counter-Strike" dan game battle ground atau arena pertempuran "DOTA 2," acara tersebut menampilkan 10 simulasi olahraga, di antaranya panahan, bisbol, catur, dan taekwondo.
"Kami meyakini bahwa keputusan IOC tentu telah dipertimbangkan dengan sangat baik," ujar Kepala Bidang Humas dan Komunikasi PB ESI, Ashadi Ang, saat dikonfirmasi dari Jakarta, Jumat.
Menurut Ashadi, esport memiliki keunikan ketika dipertandingkan di penyelenggaraan multievent, seperti SEA Games maupun Asian Games di mana jenis game yang dipertandingkan tidak selalu sama.
"SEA Games Manila, Vietnam, dan yang baru saja usai SEA Games Kamboja, mempertandingkan gim-gim yang tidak 100 persen sama. Di Asian Games Hangzhou nanti pun, akan terjadi hal yang serupa," kata Ashadi.
Artinya, Ashadi menambahkan, game yang dipertandingkan tidak sama persis dengan game yang dipertandingkan secara ekshibisi pada Asian Games Jakarta 2018 lalu.
Bahkan, beberapa game khusus telah dikembangkan untuk Asian Games Hangzhou nanti. Contohnya adalah PUBG Mobile yang akan menampilkan versi khusus untuk perhelatan terbesar di Asia tersebut.
"Kami melihat sah-sah saja terhadap apapun pilihan gim yang akan dipertandingkan di sebuah perhelatan multievent. Kami tidak mempunyai kapasitas untuk memberikan penilaian terhadap pilihan-pilihan tersebut," ujar Ashadi.
Menurut Ashadi, salah satu delegasi yang berpartisipasi dalam Olympic Esports Week adalah Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) terkait dengan NBA2K.
"Pekan lalu kami melakukan silaturahmi dan membahas tentang bagaimana mendukung optimalisasi pengembangan electronic sports yang berbasis olahraga konvensional di Indonesia dan sinergi ke depan yang dibangun oleh PB ESI dengan masing-masing federasi cabang olahraga terkait," kata Ashadi.
"Tentunya, kami membutuhkan arahan dari pemangku kebijakan olahraga prestasi di Indonesia."
PB ESI optimistis Indonesia punya peluang besar untuk tetap dapat berbicara banyak di kejuaraan-kejuaraan tingkat dunia untuk jenis game baru sekali pun.
"Kuncinya tentu pada intensitas penetrasi gim-gim baru tersebut di Indonesia. Namun, untuk Olimpiade Paris, kami perlu untuk menelaah gim-gim baru apa saja yang akan dipertandingkan – karena hingga kini belum ada informasi maupun konfirmasi resmi mengenai hal tersebut," ujar Ashadi.
Menurut Kepala Olahraga Virtual IOC Vincent Pereira tidak dimasukkannya game tembak-menembak dalam Olympics Esports Week karena kekerasan bertentangan dengan nilai-nilai Olimpiade.
Dia mengatakan saat ini "tidak ada diskusi tentang mengintegrasikan esport tradisional dan video game ke dalam program Olimpiade".
"Kesempatan untuk mengintegrasikan olahraga virtual ke dalam program Olimpiade adalah sesuatu yang telah kami diskusikan dengan beberapa federasi dan peluang selanjutnya adalah LA (20)28, tetapi untuk saat ini kami sedang menjajaki diskusi," kata Pereira.
"Bagi kami, ada batasan yang jelas bahwa tembak-menembak tidak akan pernah diintegrasikan ke dalam kompetisi kami. Kami dapat memahami bahwa persepsi bisa saja berbeda tetapi kami tidak dapat membuat permainan ini mempromosikan nilai-nilai Olimpiade," kata Pereira.
Baca juga: Pekan Olimpiade Esports untuk pertama kalinya digelar
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Irwan Suhirwandi
Copyright © ANTARA 2023