Intinya adalah bahwa bank sentral di seluruh dunia menjadi lebih hawkish sekarang dibandingkan beberapa bulan yang lalu

Singapura (ANTARA) - Saham-saham Asia merosot menuju pekan terburuknya tahun ini pada Jumat, minyak jatuh dan dolar AS melonjak karena serangkaian kejutan bank sentral hawkish membuat investor gelisah tentang biaya ekonomi untuk menjinakkan inflasi.

Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang jatuh 1,3 persen dan anjlok 4,2 persen sejauh minggu ini, yang terburuk dalam sembilan bulan. China ditutup untuk liburan tetapi saham Hong Kong kembali dari liburan dengan indeks Hang Seng berakhir tergelincir 1,71 persen.

Nikkei Jepang ditutup terpuruk 1,45 persen, menghentikan kenaikan beruntun 10 minggu dengan penurunan mingguan 2,7 persen, indeks S&P/ASX 200 Australia berakhir terperosok 1,34 persen.

S&P 500 berjangka membatalkan kenaikan semalam dan turun 0,5 persen dan saham Eropa berjangka juga merosot 0,6 persen.

"Situasi yang telah kita lihat secara global dalam beberapa minggu terakhir adalah bahwa Fed akan menaikkan lebih banyak dan akan membutuhkan waktu lebih lama untuk mengatasi masalah inflasi yang sulit ini," kata Damian Rooney, seorang dealer pialang saham Argonaut di Perth.

Dia mengatakan kenaikan suku bunga 50 basis poin Bank Sentral Inggris yang lebih besar dari perkiraan adalah yang terakhir dari rangkaian kejadian buruk yang membuat seseorang sangat kesal.

Pasar memperkirakan suku bunga Inggris mencapai 6,0 persen pada akhir tahun, tetapi prospek tersebut hanya mengilhami lompatan singkat sterling sebelum jatuh bersamaan dengan imbal hasil obligasi pemerintah Inggris karena kekhawatiran pengetatan membawa kerugian ekonomi.

Dengan kurangnya stimulus untuk pemulihan China yang tersendat, kenaikan tak terduga baru-baru ini di Australia dan Kanada dan perkiraan Federal Reserve untuk dua kenaikan suku bunga lagi, meningkatkan kekhawatiran secara global.

Proksi-proksi pertumbuhan seperti minyak dan dolar Australia masing-masing turun sekitar 1,0 persen pada Jumat. Minyak mentah Brent terakhir di 73,41 dolar AS per barel, sementara Aussie terlihat goyah di 0,6698 dolar AS. Sterling turun 0,3 persen menjadi 1,2709 dolar.

Indeks dolar AS naik 0,3 persen menjadi 102,65 pada Jumat dan mengincar kenaikan mingguan untuk pertama kalinya dalam sebulan.

"Intinya adalah bahwa bank sentral di seluruh dunia menjadi lebih hawkish sekarang dibandingkan beberapa bulan yang lalu," kata ahli strategi Nomura, Naka Matsuzawa di Tokyo.

"Pasar mulai memperkirakan lebih banyak kenaikan dan kemudian waktu penurunan suku bunga. Itulah kekuatan pendorongnya."

Suasana membuat pasar rapuh dengan data penjualan ritel Inggris dan angka indeks manajer pembelian yang akan dirilis secara global di akhir hari perdagangan, di mana bahkan kejutan positif dapat memperburuk prospek suku bunga.

Inflasi inti Jepang mencapai laju tercepatnya dalam lebih dari empat dekade, seperti yang ditunjukkan data pada Jumat, tampaknya hanya menggarisbawahi ukuran dan skala masalah bank sentral.

Data menawarkan beberapa penangguhan hukuman untuk yen, yang menentang kekuatan dolar untuk bertahan stabil di 143,17 terhadap greenback, tetapi menambah kegelisahan di tempat lain menurut Wong Kok Hoong, kepala perdagangan penjualan ekuitas di Maybank di Singapura.

Dengan pasar dalam negeri ditutup, yuan di luar negeri China meluncur ke level terendah baru tujuh bulan di 7,2286 per dolar karena pasar mulai meragukan janji stimulus ekonomi bahkan setelah China memangkas suku bunga acuan minggu ini.

"Saya yakin momentum pasar akan membaik Senin depan (25/6/2023) dengan kembalinya uang Southbound dan berlanjutnya spekulasi untuk lebih banyak kebijakan stimulus pada Juli," kata Steven Leung, direktur eksekutif penjualan institusional di UOB Kay Hian di Hong Kong.

Di pasar obligasi, obligasi pemerintah AS dijual semalam ketika Ketua Fed Jerome Powell menegaskan kembali bahwa kemungkinan kenaikan suku bunga lebih lanjut, dan stabil di Asia. Imbal hasil obligasi pemerintah dua tahun bertahan di 4,79 persen dan imbal hasil 10-tahun di 3,78 persen.

Perkiraan suku bunga berjangka menyiratkan sekitar 75 persen peluang bahwa Fed menaikkan suku bunga bulan depan.

Prospek suku bunga yang lebih tinggi membebani emas, yang tidak menghasilkan pendapatan, dan meluncur ke posisi terendah tiga bulan di 1.910 dolar AS per ounce.

Baca juga: Saham di Asia dibuka turun karena prospek pertumbuhan semakin suram
Baca juga: IHSG jelang akhir pekan melemah ikuti bursa kawasan Asia

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023