Jakarta (ANTARA News) - Komisi Yudisial (KY) berbelasungkawa atas persidangan kasus suap di Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Harini Wijoso, yang langsung mengagendakan pemeriksaan terdakwa tanpa pemeriksaan Ketua MA, Bagir Manan, sebagai saksi. "Saya ucapkan belasungkawa terhadap perilaku hukum yang masih menganggap remeh rakyat kecil yang harusnya diproteksi oleh hakim," kata Ketua KY, Busyro Muqoddas, di Gedung KY, Jakarta, Jumat. Busyro menambahkan ia sudah tidak kaget lagi atas penetapan agenda sidang tersebut, karena sudah mudah ditengarai sejak ketua majelis hakim menuda-nunda sidang. "Saya tidak kaget karena sudah mudah ditengarai sejak ditunda-tundanya sidang oleh ketua majelis," ujarnya. Persidangan Harini sudah tertunda enam kali karena tiga hakim ad hoc Tipikor, yakni I Made Hendra Kusuma, Achmad Linoh, dan Dudu Duswara, menolak untuk melanjutkan persidangan akibat ketua majelis hakim, Kresna Menon, yang menampik permintaan mereka untuk bermusyawarah menanggapi permohonan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menghadirkan Bagir sebagai saksi. Persidangan pada 7 Juni 2006 akhirnya ditunda sampai waktu yang belum ditentukan. Ketua PN Jakarta Pusat, Cicut Sutiarso, mengeluarkan penetapan tertanggal 12 Juni 2006 untuk mengganti tiga hakim ad hoc Tipikor. Sedangkan Kresna Menon dan Sutiyono dipertahankan. Persidangan pada Jumat, 16 Juni 2006, dengan susunan majelis hakim yang baru, yaitu ketua majelis Kresna Menon, hakim anggota Sutiyono, dan tiga hakim ad hoc yang baru, Slamet Subagio, Sofialdi dan Ugo, menetapkan agenda sidang pemeriksaan terdakwa tanpa menghadirkan Bagir Manan sebagai saksi. Busyro mengemukakan semua pihak yang berandil sehingga terjadi kasus tragis dan ironis itu, mempunyai beban moral dan yuridis untuk mempertanggungjawabkannya kepada rakyat yang selama ini dimiskinkan secara sistemik oleh praktik melindungi koruptor di jajaran pengadilan. KY berencana untuk memanggil Ketua PN Jakarta Pusat, Cicut Sutiarso, untuk meminta klarifikasi tentang pergantian tiga hakim ad hoc Tipikor yang menangani perkara Harini Wijoso tersebut. (*)
Copyright © ANTARA 2006