Jakarta (ANTARA) - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) merilis laporan kajian bertajuk "Kajian Evaluasi dan Rekomendasi terhadap Permasalahan Polusi Udara di DKI Jakarta" pada Kamis, yang disusun sebagai kado peringatan 496 tahun ibu kota RI tersebut.

Koordinator Bidang Sosial Lingkungan BEM UI 2023 Kevin Wisnumurthi menyebut polusi udara sebagai masalah genting yang tidak bisa disepelekan, demikian seturut keterangan tertulis yang diterima di Jakarta.

"Belakangan ini warga ibu kota cukup digegerkan dengan berbagai pemberitaan yang menyebutkan bahwa kondisi udara DKI Jakarta adalah salah satu yang terburuk di dunia," kata Kevin.

Menurut Kevin kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran mengenai ancaman kesehatan yang dapat menyerang masyarakat seperti gangguan kesehatan anak-anak dan janin dalam kandungan, batuk, gatal-gatal, atau kesulitan bernapas yang dapat berujung pada kematian.

"Dalam kajian ini, BEM UI menganalisis kondisi polusi udara di DKI Jakarta berdasarkan dua kategori sumber, yakni sumber bergerak (mobile sources) dan sumber tidak bergerak (stationary sources)," kata Kevin.

Kevin menyampaikan kajian itu mencatat sumber utama polusi udara di DKI didominasi oleh asap knalpot kendaraan bermotor disusul pembakaran batu bara dan aktivitas konstruksi.

Kajian BEM UI tersebut juga menganalisis kebijakan-kebijakan yang selama ini telah diterapkan oleh Pemprov DKI Jakarta dalam mengatasi permasalahan polusi udara.

Baca juga: Pemprov DKI tingkatkan upaya pengurangan sumber polusi udara

Beberapa kebijakan penanganan emisi sumber bergerak yang dianalisis antara lain perbaikan sistem manajemen transportasi umum, penerapan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP), uji kendaraan bermotor, dan kawasan rendah emisi atau low emission zone (LEZ).

Sementara kebijakan penanganan emisi sumber tidak bergerak yang dianalisis adalah sumber pembangkitan listrik di DKI, emisi sektor persampahan, dan implementasi ruang terbuka hijau (RTH).

Menurut Kevin dari sumber energi bergerak terdapat sejumlah catatan kebijakan penanganan, yakni pertama layanan transportasi umum yang masih memiliki kendala dalam integrasi antarmoda dan integrasi sistem pembayaran.

Kedua, wacana penerapan ERP yang tak kunjung menemukan kejelasan. Ketiga, uji emisi kendaraan bermotor yang masih belum menyeluruh dengan penegakan aturan yang masih lemah.

Dan keempat, realisasi penerapan LEZ yang dampaknya tidak signifikan.

Sedangkan kebijakan penanganan sumber emisi tidak bergerak terdapat sejumlah catatan yakni penyediaan listrik di DKI yang hampir seluruhnya masih disuplai oleh batu bara.

Kedua, ketergantungan terhadap batu bara ini pada akhirnya menghantui hidup masyarakat Marunda yang hidupnya kini erat dengan gangguan kesehatan.

Ketiga, tingginya tingkat timbulan sampah yang diperparah belum adanya sistem tata kelola yang baik. Dan terakhir, implementasi RTH yang masih jauh dari target seharusnya.

"Catatan-catatan tersebut merupakan kondisi nyata yang kini dihadapi oleh DKI Jakarta. Maka dari itu, sebagai organisasi yang memiliki komitmen untuk menghadirkan kebermanfaatan bagi masyarakat, BEM UI merilis kajian ini demi memberikan sumbangsih untuk menangani permasalahan polusi udara di ibu kota," kata Kevin.

Baca juga: Jokowi panggil Siti Nurbaya bahas polusi udara

Melalui kajian yang dirilis, BEM UI merumuskan sejumlah rekomendasi kebijakan penanganan polusi udara yang bisa ditempuh Pemprov DKI.

Pertama, Pemprov DKI harus menunjang penyediaan layanan transportasi umum dengan melakukan perbaikan integrasi antarmoda transportasi yang disertai perbaikan integrasi pembayaran.

Kedua, Pemprov DKI hanya dapat menerapkan ERP apabila telah mempertimbangkan perpindahan eksternalitas yang mungkin terjadi dan pengalokasian anggaran untuk perbaikan serta pengembangan transportasi umum.

Ketiga, Pemprov DKI harus lebih gencar melakukan sosialisasi uji emisi kendaraan bermotor, termasuk melibatkan aparat penegak hukum untuk menggencarkan uji emisi kendaraan bermotor lewat razia sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Keempat, Pemprov DKI harus meninjau kembali penerapan LEZ di Kota Rua sebagai salah satu alternatif solusi permasalahan dan ketiadaan penegakan hukum yang berlaku. Sehingga pengimplementasian LEZ di daerah lain terpilih harus berdasar diskusi publik dan pertimbangan konkret terkait kondisi polusi udara yang tinggi di daerah tersebut.

Kelima, untuk segi emisi berasal dari sumber energi listrik, Pemprov DKI dapat menggencarkan kembali pembangunan pembangkit listrik yang berasal dari energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di area perumahan, kantor, dan sekolah. Selain itu, penting adanya pemberlakuan insentif terkait pembangunan pembangkit listrik yang berasal dari energi terbarukan pada skala mikro.

Keenam, Pemprov DKI dapat menerapkan prinsip waste management hierarchy untuk mengatasi emisi persampahan dengan memprioritaskan pengurangan sampah dari hulu, penggunaan kembali barang yang masih bisa dipakai, serta pendaurulangan sampah.

Lebih lanjut, pemerintah juga perlu memperbaiki sistem pengangkutan sampah agar tingkat keterpilihan jenis sampah dapat meningkat sehingga mengurangi potensi tingginya gas metana dari sampah organik yang tercampur.

Ketujuh, Pemprov DKI dapat mengusahakan kembali pembangunan RTH melalui skema Taman Maju Bersama (TMB), memberlakukan insentif dan disinsentif pada pelaku usaha swasta yang berkontribusi bagi RTH, serta memulai proses konsolidasi lahan di wilayah yang masih didominasi oleh hunian rendah.

Dan kedelapan, Pemprov DKI dapat melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam kampanye dan diseminasi informasi terkait dengan kebijakan-kebijakan penanganan pencemaran udara.

Baca juga: Presiden perintahkan Menteri LHK antisipasi kemarau panjang
Baca juga: Cegah dampak buruk polusi udara bisa dimulai dari diri sendiri

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2023