Satu-satunya alasan mengapa menurut saya harga belum naik (tetap) adalah karena data dari China masih belum jelas

Singapura (ANTARA) - Harga minyak rebound di perdagangan Asia pada Rabu sore, pulih setelah dua sesi berturut-turut mengalami penurunan, karena ekspektasi pembicaraan Federal Reserve yang hawkish di kemudian hari dan kemungkinan penarikan stok minyak mentah AS melebihi kekhawatiran permintaan China.

Minyak mentah berjangka Brent menguat 23 sen menjadi diperdagangkan pada 76,13 dolar AS per barel pada pukul 06.11 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terangkat 26 sen menjadi diperdagangkan pada 71,45 dolar AS per barel.

"Kami memperkirakan Ketua Fed (Jerome) Powell untuk memberikan kesaksian semi-tahunan yang hawkish kepada Kongres yang mencerminkan proyeksi median FOMC untuk suku bunga yang lebih tinggi dalam beberapa bulan mendatang dan inflasi yang lebih kuat dalam waktu dekat," kata ANZ Research dalam sebuah catatan, mengacu pada Komite Pasar Terbuka Federal bank sentral.

Kesaksian di Kongres oleh Powell pada Rabu diharapkan memberikan petunjuk tentang pergerakan suku bunga di masa depan di ekonomi terbesar dunia.

Dua pembuat kebijakan Fed dan seorang ekonom yang dinominasikan untuk bergabung dengan mereka di dewan bank sentral yang berbasis di Washington pada Selasa (20/6/2023) mengatakan fokus mereka adalah menurunkan inflasi yang terlalu tinggi sehingga ekonomi AS dapat kembali ke pertumbuhan yang berkelanjutan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan permintaan minyak.

Kemungkinan penurunan stok minyak mentah AS mendukung harga juga, dengan jajak pendapat Reuters di antara lima analis memperkirakan bahwa stok minyak mentah turun rata-rata sekitar 400.000 barel dalam seminggu hingga 16 Juni.

Data persediaan minyak resmi AS dari kelompok industri American Petroleum Institute (API) akan dirilis pada Rabu dan Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Kamis (22/6/2023), dengan kedua laporan tersebut ditunda sehari setelah hari libur umum Juneteenth pada Senin (19/6/2023).

Ketidakjelasan tentang kecepatan pemulihan permintaan di China, importir minyak utama dunia, membatasi kenaikan harga meskipun para analis optimis bahwa penurunan suku bunga pinjaman utama (LPR) dapat segera mengangkat permintaan.

“Satu-satunya alasan mengapa menurut saya harga belum naik (tetap) adalah karena data dari China masih belum jelas. Namun, stimulus sekarang masuk dan taruhan saya adalah itu akan efektif untuk menghidupkan kembali ekonomi dan dengan itu kita akan memiliki pertumbuhan permintaan yang kuat di paruh kedua," kata direktur riset Rystad Energy Claudio Galimberti.

"Adapun (pertemuan) Fed, itu juga tidak pasti, tetapi dengan data inflasi terbaru yang mencapai 4,0 persen, mereka memiliki ruang untuk bersikap dovish," tambah Galimberti.

Mencari untuk mendorong pertumbuhan, China pada Selasa (20/6/2023) memangkas suku bunga LPR untuk pertama kalinya dalam 10 bulan, dengan penurunan 10 basis poin yang lebih kecil dari perkiraan dalam LPR lima tahun.

Analis CMC Markets Leon Li mengatakan LPR yang lebih rendah diperkirakan akan mengangkat permintaan di semester kedua.

"Kementerian Perdagangan juga berencana menerapkan lebih banyak kebijakan untuk mendorong konsumsi," katanya. "Kemungkinan penurunan suku bunga lebih lanjut pada paruh kedua tahun ini tidak dapat dikesampingkan."

Baca juga: Minyak terus turun di Asia tertekan penguatan dolar, pertumbuhan China
Baca juga: Harga minyak jatuh tertekan kekhawatiran atas prospek permintaan

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023