Harapannya adalah agar remaja berperilaku sehat sehingga ke depan bisa melahirkan generasi tanpa stunting

Samarinda (ANTARA) - Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kalimantan Timur (DKP3A Kaltim) menyasar remaja putri dalam edukasi untuk menekan stunting di masa depan, karena remaja putri ke depan akan melahirkan generasi penerus bangsa.

"Ada berbagi komunitas remaja yang kami sasar untuk edukasi kesehatan reproduksi, seperti melalui pusatiInformasi da konseling remaja (PIK-R) dan sekolah-sekolah," ujar Kepala DKP3A Provinsi Kaltim, Noryani Sorayalita di Samarinda, Rabu.

Saat ini, angka prevalensi stunting di Kaltim cukup tinggi yang mencapai 23,9 persen, atau naik 1,1 persen ketimbang 2021 yang tercatat 22,8 persen. Pemprov Kaltim menargetkan 2024 dapat menurunkan stunting menjadi 14 persen.

Kemudian pada tahun-tahun mendatang angka stunting di Kaltim diupayakan terus menurun, sehingga dalam penanganan stunting selain jangka pendek dan menengah juga penanganan jangka panjang, yakni dimulai dari remaja.

Harapannya adalah agar remaja berperilaku sehat sehingga ke depan bisa melahirkan generasi tanpa stunting, kemudian menularkan pengetahuan ke anak dan cucu terkait perilaku hidup sehat serta menjaga kesehatan reproduksi, ujarnya.

Edukasi pada remaja, salah satunya seperti sehari sebelumnya di Samarinda, yakni melakukan advokasi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) bagi PIK-R dengan tema “Peran Remaja di Sekolah dalam Peningkatan Kesehatan Reproduksi untuk Pencegahan Stunting Sejak Dini guna Menuju Generasi Emas 2045”.

Soraya melanjutkan, jumlah penduduk Kaltim semester II 2022 sebanyak 3,9 juta jiwa, terdiri laki-laki 2 juta jiwa atau 51,8 persen dan perempuan 1,8 juta jiwa atau 48,2 persen.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 0,6 juta jiwa atau 17 persen adalah remaja dengan rincian laki-laki 344.624 jiwa dan perempuan 323.464 jiwa.

Sedangkan berdasarkan data "Save The Children" tahun 2020, sebanyak 32 persen remaja Indonesia usia 5-14 tahun dan usia 15-24 tahun mengalami anemia.

Kemudian, sebanyak 2 dari 3 perempuan usia 20-24 tahun menikah kurang dari usia 18 tahun dan 68 persen di antaranya hamil sebelum usia 18 tahun, 9,1 persen usia 10-18 tahun pernah merokok, 27 persen pengguna napza adalah pelajar, 4,4 persen pernah mengonsumsi alkohol.

Selain itu, sebanyak 50 persen remaja mengonsumsi makanan manis, 32 persen makanan asin, 11 persen makanan instan, dan 78 persen mengonsumsi makanan mengandung penyedap.

Fakta tersebut menunjukkan pentingnya remaja mendapatkan upaya-upaya intervensi terkait kesehatan reproduksi sehingga dapat menurunkan angka stunting.

"Peran remaja dalam mencegah stunting, salah satunya adalah dengan pemberian tablet tambah darah yang dapat dikonsumsi 1 tablet per minggu, kemudian menerapkan pola makan sesuai pedoman gizi seimbang dan melakukan olahraga atau aktifitas fisik secara rutin," katanya.

Baca juga: Kepala BKKBN: Perilaku hidup sehat cara mudah untuk cegah stunting
Baca juga: Tersisa 13 kecamatan di Maros perlu intervensi penanganan stunting
Baca juga: Penjabat Gubernur ajak ASN di Mamuju jadi orang tua asuh anak stunting

Pewarta: M.Ghofar
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023