MIT REAP akan berkolaborasi dengan Kemendikbudristek dan seluruh stakeholder terkait, untuk membangun ekosistem entrepreneurship, menghasilkan entrepreneur yang bukan oportunis

Jakarta (ANTARA) - Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Prof Ir Nizam mengatakan bahwa kerja sama dengan Massachusetts Institute of Technology (MIT), Cambridge, Amerika Serikat akan membangun ekosistem wirausaha yang tidak oportunis atau memanfaatkan peluang hanya untuk keuntungan pribadi.

MIT akan menjalankan program Regional Entrepreneurship Acceleration Program (REAP), sebuah program untuk membangun ekosistem wirausaha yang berbasis inovasi di Pulau Jawa selama dua tahun, mulai tahun 2023-2025.

"MIT REAP akan berkolaborasi dengan Kemendikbudristek dan seluruh stakeholder terkait, untuk membangun ekosistem entrepreneurship, menghasilkan entrepreneur yang bukan oportunis, tetapi bisa memanfaatkan peluang menjadi kesempatan untuk membangun ekonomi baru," katanya saat ditemui di kantor Kemendikbudristek, Jakarta Pusat, Selasa.

Ia mengatakan, semangat yang ingin dibangun selain entrepreneurship adalah sociopreneurship, yang menekankan pada sisi sosial dan tidak hanya berorientasi kepada keuntungan pribadi, melainkan berkolaborasi membawa kemajuan di masyarakat.

Ditegaskannya bahwa program ini termasuk salah satu wujud implementasi dari Kampus Merdeka, yang menyiapkan talenta muda agar bisa membangun masa depannya sendiri.

"Ini termasuk salah satu upaya Kemendikbudristek untuk menggairahkan ekosistem supaya kewirausahaan tumbuh subur di kampus-kampus kita, karena ini betul-betul mempersiapkan anak-anak kita untuk bisa menciptakan masa depan mereka sendiri," katanya.

Dia mengatakan, untuk membangun ekosistem wirausaha, tidak cukup hanya dengan semangat dan nekat.

"Tidak bisa bonek (bondo nekat) semangat saja juga tidak cukup, butuh pengalaman, butuh sandboxing, tempat untuk jatuh bangun dulu, tetapi tidak sampai mati. Sandboxing itulah yang harus kita bangun," katanya.

Ia juga mengatakan, ekosistem wirausaha ini bisa dibangun dengan mengubah narasi yang ada di kurikulum sekolah, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

"Dulu kalau di buku SD zaman saya, narasinya kan 'Ibu pergi ke pasar membeli ikan, seharusnya sekarang sudah 'Ibu ke pasar jualan', itu sudah pola pikir yang berbeda kan," katanya.

"Anak-anak tingkat PAUD sekarang saya lihat juga sudah ada yang buat kue, nanti dijual ke teman-temannya, yang SD juga begitu, jadi sudah mulai lah, ekosistemnya sudah mulai terbentuk," tambahnya.

Dia mengatakan, selain ekosistem semangat jiwa kewirausahaan, juga harus dibangun ekosistem penanaman modal atau venture capital dari perusahaan yang kuat dan mendukung.

"Venture capital di sini itu risk taker, pengambil risiko, untuk membangun ekosistem venture capital yang kuat ya dengan tadi, sandboxing, perlu juga keberpihakan pemerintah dalam beberapa hal, misalnya mengutamakan produk-produk merah putih, itu juga perlu, jadi menciptakan pasar yang siap untuk dilindungi," katanya.

Untuk itu, demi membangun para wirausaha yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan perlu dukungan yang kuat dari para stakeholders untuk membangun semangat dan mempertahankan daya juang para calon wirausahawan, demikian Nizam.

Baca juga: Wapres sebut jumlah wirausaha Indonesia baru 3,1 persen

Baca juga: MIT bangun ekosistem wirausaha di Indonesia lewat program REAP

Baca juga: Kemendikbud optimalkan program PKW untuk lahirkan wirausaha baru

Baca juga: Teten imbau universitas di Indonesia hadirkan laboratorium wirausaha


Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2023