Volatilitas nilai tukar yang harus dihindari, dan itu merupakan mandat BI menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Jakarta (ANTARA) - Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong menyatakan posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang lebih lemah sebesar Rp15.004 per dolar AS tak mengancam ekonomi Indonesia.
Rupiah mengalami pelemahan pada penutupan perdagangan, sebesar 0,07 persen atau 10 poin menjadi Rp15.004 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.944 per dolar AS dengan pergerakan dari Rp15.000 per dolar AS hingga Rp15.057 per dolar AS.
“Volatilitas nilai tukar yang harus dihindari, dan itu merupakan mandat BI (Bank Indonesia) menjaga stabilitas nilai tukar,” ujar dia ketika ditanya, di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, China yang menurunkan suku bunga pinjaman sebesar 10 bps tadi pagi dianggap oleh investor masih terlalu kecil. Karena itu, diharapkan penurunan lebih lanjut dan stimulus ekonomi yang lebih besar ke depannya.
Penyebab perlambatan ekonomi China karena permintaan domestik dan global yang masih lemah (ekspor dan impor). Pada Minggu (18/6), Goldman Sach disebut menurunkan cukup besar proyeksi pertumbuhan China.
“Sentimen ini bisa bertahan cukup lama, mengingat China adalah ekonomi terbesar di Asia dan kedua di dunia. (Namun), pasar tentunya telah mengantisipasinya, kecuali memburuk. Hal ini akan terus menjadi perhatian investor,” ujarnya pula.
Meninjau sentimen dari AS, prospek suku bunga The Fed diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga dua kali masing-masing sebesar 25 bps, sehingga akan membuat rencana BI menurunkan suku bunga tertahan.
”Apabila ini terjadi maka divergensi kebijakan suku bunga antara BI dan The Fed akan menekan rupiah. Tanpa menurunkan suku bunga pun, suku bunga BI akan sama dengan The Fed yang apabila menaikkannya dua kali,” kata Lukman.
Baca juga: Rupiah Selasa pagi melemah 54 poin jadi Rp14.994 per dolar AS
Baca juga: Rupiah lemah terhadap dolar AS karena khawatir ekonomi China lambat
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023