Kami tidak bisa melakukan sendiri harus bersama-sama, kalau pusat saja yang melakukan, 'lho kok pusat turun sendiri' mesti ada kata-kata seperti itu. Ini kan proyeknya pusat, bukan harusnya kita harus bersama-sama untuk tentunya mewujudkan kota tanpa
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan butuh kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah hingga stakeholder dalam upaya penanganan perumahan dan kawasan permukiman kumuh.
"Upaya penanganan permukiman kumuh ini sudah dilakukan dan terus akan dilakukan bersama antara kolaborasi dari pemerintah pusat pemerintah daerah dan juga berbagai stakeholder," kata Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti saat menjadi pembicara kunci dalam Workshop Nasional "Semangat Merangkai Aksi (Semarak) Keberlanjutan Penanganan Kumuh" dipantau secara daring, Selasa.
"Kami tidak bisa melakukan sendiri harus bersama-sama, kalau pusat saja yang melakukan, 'lho kok pusat turun sendiri' mesti ada kata-kata seperti itu. Ini kan proyeknya pusat, bukan harusnya kita harus bersama-sama untuk tentunya mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh," lanjut Diana.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengungkapkan beberapa penyebab munculnya permukiman kumuh. Pertama, rendahnya akses terhadap infrastruktur dasar.
"Di antara faktor penyebab munculnya perumahan kumuh Dan juga permukiman kumuh ini mesti kita sudah memahami semua, yaitu rendahnya akses terhadap infra daerah besar. Memang kalau permukiman kumuh akses infrastruktur dasarnya masih sangat minim.
Kedua, rendahnya akses terhadap pembiayaan perumahan yang layak. Ketiga, belum terjaminnya keamanan bermukim (secure of tenure). "Keamanan itu belum terjamin di permukiman kumuh tersebut masih macam-macam terjadi di situ pencurian, ada yang narkoba ada," ungkapnya.
Keempat, bangunan hunian (rumah) yang tidak layak huni. Selanjutnya, kelima ialah rendahnya penyediaan lahan untuk perumahan/hunian.
"Masalah penyediaan lahan untuk perumahan yang ini juga masih belum tertata. Makanya dari Kementerian ATR/BPN mesti harus bersama-sama dengan kita untuk masalah pembebasan lahannya sangat sulit di daerah ini. Kalau kita sudah berbicara terkait dengan masalah lahan sehingga kalau proses belum clean and clear lahannya, kita tidak bisa untuk melanjutkan pembangunan," ujar Diana.
Keenam, arus urbanisasi yang tinggi dan tidak terkendali.
Adapun, dalam rangka percepatan penanganan perumahan dan kawasan permukiman kumuh serta mendukung Gerakan 100-0-100 sesuai amanat RPJMN 2015-2019 serta RPJMN 2020-2024, Direktorat Jenderal Cipta Kementerian PUPR melaksanakan kegiatan National Slum Upgrading Project (NSUP)-Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) yang diinisiasi sejak 2016.
Program KOTAKU bertujuan untuk meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di kawasan permukiman kumuh perkotaan untuk mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan.
Lokasi dampingan Program KOTAKU mencapai 11.332 desa/kelurahan di 330 kota/kabupaten di 34 provinsi dengan sasaran meningkatkan akses masyarakat terhadap infrastruktur dan pelayanan perkotaan pada permukiman kumuh sesuai dengan kriteria permukiman kumuh yang ditetapkan, menurunkan luasan permukiman kumuh serta penerima manfaat puas dengan kualitas infrastruktur dan pelayanan perkotaan di permukiman kumuh.
Hingga akhir 2022, melalui pendekatan kegiatan infrastruktur skala lingkungan dan infrastruktur skala kawasan, NSUP-Program KOTAKU telah berkontribusi dalam pengurangan luasan kumuh sebesar 39.094 hektare.
NSUP-Program KOTAKU telah melakukan pendampingan dalam rangka penanganan permukiman kumuh kepada pemerintah daerah dan masyarakat pada sejumlah 304 Pokja PKP, 153 Forum PKP, 11.059 Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), dan 2.099 Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP).
Tahun ini merupakan tahun terakhir pelaksanaan NSUP-Program KOTAKU sehingga orientasi pendampingan lebih kepada strategi pengakhiran program (exit strategy) dan keberlanjutan program (program sustainability). Untuk itu, dilaksanakan rangkaian kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat/pemerintah daerah (PKM) sekaligus penyiapan strategi keberlanjutan melalui rangkaian workshop di tingkat regional dan tingkat pusat.
"Program NSUP KOTAKU tadi dengan platform kolaborasi ini menempatkan pemerintah daerah itu sebagai nakhodanya. Jadi, harus ada nakhodanya. Ini pemerintah daerah yang harusnya jadi lead-nya, yang harusnya komit untuk menginginkan berapa dan harus tercapai. Ini mudah-mudahan terus berlanjut di kabupaten/kota," kata Diana.
"Walaupun memang tanggal 30 Juni 2023 ini sebentar lagi statusnya sebenarnya sudah berakhir. Ini sudah kita perpanjang dari Bank Dunia, saya tidak boleh memperpanjang lagi," sambung Diana.
Ia juga mengungkapkan bahwa anggaran untuk penanganan permukiman tersebut bersumber dari rupiah murni dan juga juga dari pendanaan mitra.
"Untuk penanganan kumuh dengan anggaran yang mungkin dari rupiah murni, ada juga pendanaan dari mitra, yang selalu berkolaborasi dengan kami, World Bank kemudian Asian Infrastucture Investment Bank, Islamic Development Bank dan juga Asian Development Bank ini sudah mendukung kami. Saat ini, kami sudah berkolaborasi juga, yang di dalam negeri ada PT SMF (Sarana Multigriya Finansial), ini contohnya sudah banyak kemarin saya lihat yang ada di Solo juga perumahannya dibangun oleh SMF," ujar Diana.
Baca juga: Menteri PUPR: rumah kumuh banyak terdapat di perkotaan
Baca juga: Ratusan rumah di Banjarmasin dapat bantuan bedah rumah tahun 2023
Baca juga: SMF membenahi 27 rumah di kawasan kumuh Cirebon
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2023