Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah saat ini sedang mengkaji kemungkinan pemberian insentif bagi debitur Kredit Usaha Tani (KUT) yang telah mengangsur kreditnya baik yang telah lunas atau pun belum, sementara bagi mereka yang tidak melaksanakan kewajiban, pemerintah masih mencari solusi terbaik. Deputi Produksi Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM Muzni HA Djalil kepada pers di Jakarta, Kamis, mengatakan, konsep penyelesaian KUT tersebut hingga ini masih dibahas pihaknya. Konsep tersebut nantinya akan dibahas secara lintas sektoral dengan departeman lain dan juga Kementerian Koordinator Perekonomian termasuk persetujuan dari DPR. Diakuinya bahwa penyelesaian KUT tersebut cukup rumit mengingat pengumpulan data secara sempurna mengalami banyak hambatan seperti tidak terpusatnya lagi penanganan KUT dan beberapa lembaga yang mengurusnya juga tidak ada lagi seperti Badan Pengendali Bimas. "Kalau dulu penanganan KUT dalam satu sistem yaitu Badan Pengendali Bimas Pusat yang mempunyai tangan hingga ke kecamatan. Secara struktural ini sudah berubah," kata Muzni yang didampingi Sekretaris Kemenkop dan UKM Guritno Kusumo. Selain itu, lanjutnya, debitur banyak menyebar di seluruh Indonesia, demikian juga lembaga yang menyalurkan kredit tersebut seperti KUD dan non KUD yaitu LSM. "Jika kita ingin data dengan sempurna dalam arti siapa yang dapat, siapa yang ngemplang, siapa yang mengangsur dengan baik dan siapa yang telah melunasi ini tidak mudah," katanya. Lembaga-lembaga tersebut banyak yang sudah berubah. KUD misalnya pengurusnya sudah berubah, demikian juga dengan LSM yang keberadaannya banyak yang sudah tidak beroperasi lagi. Data saat ini, menurut dia, hanya posisi masing-masing tunggakan lembaga yang ada di bank, namun data mengenai debitur perorangannya serta berapa tunggakannya tidak ada. Sementara untuk petani yang mengalami puso atau terkena bencana sehingga tidak ada panen atau hasilnya kecil, ia mengatakan, mestinya ketika itu mereka yang terkena puso segera didata dan dibuat berita acaranya oleh satuan pengendali Bimas. Perbedaan data juga terjadi antara BRI dan Bank Indonesia, namun masalah tersebut, menurut Muzni, telah bisa diselesaikan dengan satu kesepakatan menggunakan data pihak BI terhitung per Juni 2005 sebesar Rp5,7 triliun untuk KUT tahun penyediaan 1998/1999. Pihak Kemenkop UKM sebenarnya mengusulkan hapus tagih terhadap tunggak KUT tersebut mengingat sulitnya pencarian data, dan bahkan bisa menimbulkan keresahan. Sementara untuk asas keadilan, menurut Guritno, akan diberi insentif yang bisa berupa pengembalian uang angsuran, memberi kemudahan untuk utang kembali, atau insentif berupa bunga ringan.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006