Jadi itu nilai plus bagi dia."Tangerang (ANTARA News) - Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Burhanuddin Muhatdi menilai tidak ada capres yang menonjol menjelang Pilpres 2014.
"Tidak ada capres yang menonjol untuk `dipinang` menjelang Pemilu 2014," katanya dalam peluncuran buku "Perang Bintang 2014" di Auditorium UIN, Ciputat, Tangerang Selatan, Kamis.
Burhanuddin menilai siapapun yang akan maju menjadi capres masih memiliki kesempatan yang sama. "Tetapi membutuhkan tingkat sosialisasi yang efektif," katanya.
Dia menyebutkan fenomena Gubernur DKI Jakarta yang memiliki elektabilitas tinggi untuk menjadi capres.
"Jokowi awal-awal juga membutuhkan dana untuk menjadi favorit masyarakat, tetapi lama-kelamaan dia menjadi khas media yang sudah tidak membutuhkan banyak dana untuk popular," katanya.
Dia juga mengatakan, Jokowi merupakan tokoh selain dikenal masyarakat juga pemberitaannya selalu positif. "Jadi itu nilai plus bagi dia," katanya.
Namun, dia berpendapat jika Jokowi benar-benar maju dalam bursa capres, merupakaan suatu keputusan yang tidak tepat.
"Permasalahan Jakarta saja belum selesai. Jadi tidak etis jika dia melepaskan mandatnya," katanya.
Burhanuddin juga mengatakan, belum ada momentum yang tepat bagi parpol untuk menunjukkan capres yang tepat.
Dilihat dari sisi masyarakat, dia juga menilai masyarakat semakin "alergi" dengan parpol.
Selain itu, menurut dia, saat ini masyarakat juga cenderung ta mau partai atau menunjukkan sikap deparpolisasi.
"Sebagian besar masyarakat kebanyakan memandang parpol ini sebagai sesuatu yang tidak baik, padahal sebetulnya tidak seperti itu," katanya.
Burhanuddin menyebutkan hanya sekitar 12 persen yang memilih parpol tertentu. "Itu pun hanya kalangan yang dekat parpol saja, bukan masyarakat secara umum" katanya.
Dia juga mengatakan sebagai akibatnya parpol kesulitan mendapat dukungan dari masyarakat.
"Fenomena ini seperti `roller coaster` mereka harus jungkir balik mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat," katanya.
Menurut dia, hal itu merupakan gejala elektoral baru yang turut memanaskan arena tanding menjelang Pemilu 2014, yakni merebaknya fenomena `emoh partai` atau deparpolisasi.
Dia juga berpendapat menguatnya pengaruh media televisi (telepolitics) dalam mempengaruhi perilaku pemilih.
Menurut Burhanuddin, semakin kencangnya perang media dan semakin besarnya proporsi memilih mengambang (swing voters) menjadikan pertandingan politik semakin ditunggu.
"Dinamika politik antarpartai dan bakal calon presiden menjadi `centre of attraction` (pusat perhatian)," katanya.
Dia menambahkan iklim kepartaian saat ini cenderung oligarki dan transaksional.
Karena itu, dia mengimbau kepada media dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) agar menginformasikan caleg-caleg tersebut.
"Agar rakyat tahu mana caleg yang bersih dan mana caleg yang tidak layak dipilih. Dan ini masih ada waktu untuk mengupayakan itu semua," katanya. (J010/S023)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013