Denpasar (ANTARA) - “Vaksinasilah anjing peliharaan, segera,” kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Bali dr Gede Putra Suteja, menyikapi penularan penyakit rabies yang menelan korban jiwa di Pulau Dewata.
Dia mengingatkan hal itu karena rabies bersifat fatal, baik pada hewan dan manusia, karena hampir seluruh pasien yang menunjukkan gejala klinis rabies diakhiri dengan kematian atau memiliki risiko kematian 100 persen.
Seorang balita perempuan meninggal dunia pada Minggu (11/6) di Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali, setelah digigit anjing peliharaannya sekitar satu bulan sebelumnya.
Balita tersebut terlambat mendapatkan penanganan medis sesaat setelah dia digigit anjing. Ia hanya ditangani di rumah oleh pihak keluarga, hingga akhirnya dilarikan ke rumah sakit saat gejala sudah parah dan akhirnya mengembuskan nafas terakhir di RSUD Buleleng.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam Buku Saku Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) menyebutkan rabies adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang susunan saraf pusat oleh virus rabies.
Mengingat virus itu berjalan melalui sistem saraf, sehingga tidak terdeteksi melalui pemeriksaan darah.
Masa inkubasi penyakit rabies bervariasi, antara dua minggu hingga dua tahun, namun pada umumnya tiga hingga delapan minggu.
Sementara dalam panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), masa inkubasi penyakit berisiko kematian itu rata-rata 30-90 hari.
Hewan yang dapat menjadi sumber penularan rabies pada manusia adalah anjing, kucing, dan kera, namun yang menjadi sumber penularan utama adalah anjing. Sekitar 98 persen dari seluruh penderita rabies tertular melalui gigitan anjing.
Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes), intervensi utama terhadap penyakit itu adalah dengan memberikan vaksin kepada anjing.
Pasalnya, jika hewan pembawa rabies itu masih berkeliaran dan tidak terlindungi vaksin, maka masih bisa menularkan rabies ke manusia.
Vaksinasi HPR
Menurut dokter hewan (drh) I Nyoman Sunita vaksinasi antirabies kepada hewan peliharaan, seperti anjing dan kucing, merupakan salah satu cara mencegah penularan rabies.
Sebelum melakukan vaksinasi kepada hewan peliharaan, masyarakat perlu memahami kondisi hewan, di antaranya usia dan suhu tubuh.
Vaksinasi antirabies kepada HPR itu dapat dilakukan di klinik dokter hewan dan fasilitas vaksinasi hewan yang disediakan oleh pemerintah daerah.
Tata cara sebelum vaksinasi antirabies HPR adalah, dokter hewan akan memeriksa kondisi tubuh anjing atau kucing.
Pemeriksaan itu diperlukan untuk memastikan hewan tersebut dalam keadaan sehat, suhu tubuh hewan harus dalam keadaan normal dan tidak boleh melebihi 40 derajat Celcius atau dalam keadaan demam dan umur minimal hewan yang akan divaksin adalah tiga bulan.
Setelah vaksinasi
Menurut dr I Nyoman Sunita, setelah hewan peliharaan itu mendapatkan vaksinasi antirabies, anjing atau kucing itu tidak dimandikan selama satu minggu.
Alasannya, karena tubuh hewan itu merespons vaksin. Jika mendapatkan perubahan suhu mendadak, maka dapat mengakibatkan hewan tersebut sakit atau demam.
Kemudian, pemilik diminta tidak mengganti jenis makanan untuk menghindari potensi diare yang berujung hewan tersebut sakit.
Tak hanya itu, pemilik hewan peliharaan untuk tidak membawa hewan tersebut dalam perjalanan jauh untuk menghindari hewan tersebut kelelahan.
Selanjutnya, anjing atau kucing tidak boleh dilepasliarkan di luar pekarangan rumah untuk memutus rantai penularan rabies.
Vaksinasi antirabies dapat dilakukan satu tahun sekali.
Gejala rabies
Hewan yang terinfeksi virus rabies gejalanya, antara lain takut cahaya dan air, mendadak menyendiri, mengeluarkan air liur berlebihan, agresif dan galak, serta suka menggigit benda-benda di sekitarnya.
Selain menularkan virus rabies kepada manusia lewat gigitan, penularan juga bisa terjadi melalui jilatan pada luka di tubuh manusia.
Kemenkes mengungkapkan ada dua tipe rabies pada hewan, yakni ganas, di antaranya anjing terlihat beringas dan menyerang semua benda bergerak.
Kemudian, tipe tenang, yakni dari tahap tidak mengenali tuannya, sering menghindar, cepat berontak bila ada provokasi, hingga mengalami kenaikan suhu tubuh, kemudian langsung ke tahap kelumpuhan otot.
Sedangkan, pada manusia yang terinfeksi virus rabies umumnya mengalami gejala klinis seperti demam, otot melemah, tidak nafsu makan, kesemutan atau merasa terbakar di area gigitan, sakit atau nyeri kepala.
Selain itu, anjing mengalami mual dan muntah, bingung atau merasa terancam tanpa penyebab, hiperaktif, serta mengalami halusinasi, insomnia, dan kesulitan menelan.
Pencegahan rabies
Pencegahan rabies pada manusia dapat dilakukan, di antaranya dengan segera mencuci luka dengan sabun selama sekitar 15 menit dan tidak menggunakan peralatan karena dikhawatirkan menimbulkan luka baru.
Kemudian, penderita diberikan antiseptik, di antaranya alkohol 70 persen atau povidon iodine.
Setelah itu, segera dibawa ke puskesmas atau rumah sakit yang menjadi pusat rabies untuk mendapatkan vaksin antirabies (VAR) guna membentuk imunitas.
Namun, jika virus rabies telah mencapai susunan saraf pusat, pemberian VAR tidak berguna lagi.
Sementara luka berisiko tinggi adalah luka yang berada di daerah bahu, yakni di leher, muka dan kepala, luka jari tangan dan kaki, luka arena genitalia, serta luka yang lebar dan dalam.
Semakin dekat jarak luka gigitan ke otak, maka gejala klinis akan lebih cepat muncul.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes dr Imran Pambudi menjelaskan ada 11 kasus kematian akibat rabies, sejak Januari-April 2023 dari total 31.113 kasus gigitan hewan penular rabies. Dari jumlah itu, sebanyak 23.211 kasus gigitan sudah mendapatkan vaksin antirabies.
Untuk kasus rabies di Bali, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan hingga saat ini selama Januari-Juni 2023, tercatat ada tiga orang meninggal dunia karena rabies.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali I Nyoman Gede Anom mencatat selama 2022 kematian akibat rabies mencapai 22 kasus dari 34.858 gigitan, sebanyak 680 gigitan di antaranya dari anjing terjangkit rabies
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023