....pemerintah juga tidak boleh membiarkan BUMN mati, karena jika sebuah BUMN dilikuidasi maka tugas yang dibebankan kepadanya tidak ada yang menjalankan."

Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VI-DPR Ferrari Roemawi menilai bahwa Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada sejumlah BUMN bukan merupakan sesuatu yang haram.

"PMN bukan suatu yang haram. PMN apabila digunakan tepat sasaran dan dikelola dengan baik maka perusahaan berkembang, maka injeksi modal bagi BUMN tidak masalah," kata Ferrari, kepada ANTARA di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Kamis.

Hal itu diungkapkan Ferrari menanggapi adanya pernyataan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang akan menutup kemungkinan perusahaan milik negara memperoleh modal dari APBN.

"Kalau bisa dipertanggungjawabkan, dan terbukti perusahaan bisa bangkit dan berkembang mengapa tidak (PMN)," katanya.

Ferrari yang merupakan anggota DPR dari Fraksi Demokrat ini menuturkan, sesungguhnya BUMN tanpa PMN adalah hal yang sangat ideal, namun masalahnya saat ini banyak perusahaan "plat merah" yang dalam kesulitan keuangan bahkan hampir sekarat.

"BUMN sebagai perusahaan tentu suatu waktu butuh suntikan dana, yang umumnya karena rugi. Sehingga dibutuhkan modal untuk membangkitkannya," ujar Ferrari.

Masalahnya tambah Ferrari, yang terjadi selama ini adalah BUMN yang memperoleh suntikan modal seringkali tidak mampu mempertanggungjawabkannya sehingga kembali menjadi pesakitan.

Menurut Ferrari, Kementerian BUMN selaku kuasa pemegang saham perusahaan milik negara seharusnya terus memantau kondisi BUMN, mulai dari operasional perusahaan hingga kondisi keuangannya.

"PMN merupakan last resort bagi pemerintah dalam mempertahankan sebuah perusahaan. Kalau pemerintah mengharuskan sebuah BUMN diselamatkan, maka harus membahasnya dengan DPR," katanya.

Ia menambahkan, DPR tidak anti terhadap program PMN, asalkan perusahaan bersangkutan mengikuti semua rencana bisnis yang ditetapkan pada awal pengajuan PMN.

Dicontohkan, PT Merpati Nusantara Airlines (Merpati), merupakan perusahaan yang sudah banyak mendapat suntikan modal, namun hingga kini kinerjanya tetap terpuruk dengan kondisi yang semakin mengenaskan.

"Karyawan sering mengadu kepada DPR tidak memperoleh gaji dalam beberapa bulan. Rekanan Merpati juga ada yang mengeluh kepada kami karena perusahaan tidak menyanggupi kewajibannya," kata Ferrari.

Untuk itu menurutnya, Menteri BUMN harus segera melihat kembali Merpati ini secara komprehensif agar bisa diselamatkan.

"Jangan sampai nasib Merpati seperti Batavia Air, yang tiba-tiba dinyatakan pailit sehingga perusahaan itu bubar," tegas Ferrari.

Ia menambahkan, sesungguhnya sedapat mungkin BUMN tidak perlu mendapat PMN, karena hanya akan menjadi beban bagi keuangan pemerintah.

"Tapi di sisi lain, pemerintah juga tidak boleh membiarkan BUMN mati, karena jika sebuah BUMN dilikuidasi maka tugas yang dibebankan kepadanya tidak ada yang menjalankan," katanya.

Faktor lain yang akan timbul jika sebuah BUMN terpaksa ditutup adalah biaya yang ditimbulkan untuk membayar pesangon karyawan yang jumlahnya sangat besar, termasuk efek sosial yang timbul.

Untuk itu diutarakan Ferrari, untuk membenahi BUMN terutama yang dinilai tidak memiliki prospek bisnis sebaiknya ditempuh jalan yang win-win solution.

"Perusahaan yang memiliki bisnis sama atau hampir sejenis dapat disatukan (grouping). Atau bisa saja BUMN tersebut diambilalih oleh satu perusahaan yang memiliki kemampuan keuangan kuat untuk kemudian dikembangkan menjadi sebuah anak usaha," ujarnya.

Dengan begitu tambahnya, perusahaan yang telah digabungkan ke dalam satu group ataupun membentuk holding bisa mengurangi jumlah BUMN, yang merupakan bagian dari program right sizing BUMN.

(R017/B012)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013