Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto mengemukakan perlunya mengantisipasi dampak ikutan dari ancaman kekeringan selama musim kemarau.
Dalam acara diskusi via daring yang diikuti dari Jakarta, Senin, dia mengatakan bahwa kekeringan parah bisa menyebabkan krisis air hingga masalah pasokan pangan dan listrik.
Kekeringan bisa menyebabkan kegagalan panen dan mengakibatkan pasokan bahan pangan pokok terganggu.
Selain itu, Guswanto mengatakan, waduk dan bendungan untuk pengoperasian pembangkit listrik tenaga air bisa menyusut airnya atau bahkan mengering sehingga pasokan listrik jadi terganggu.
Risiko kebakaran lahan dan hutan juga meningkat saat terjadi kekeringan.
Guswanto menyampaikan bahwa lahan-lahan di bagian wilayah Lampung serta sebagian Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara sudah ada yang mulai mengering.
Sedangkan daerah di ekuator seperti Pontianak dan Palangka Raya, menurut dia, masih mengalami hujan.
"Hujan inilah barangkali yang kita kelola melalui embung-embung tadi, supaya tidak terbuang percuma," katanya.
Ia menyampaikan pentingnya peningkatan kesiagaan untuk menghadapi ancaman bencana pada puncak musim kemarau, yang diprakirakan terjadi pada Juli, Agustus, dan September.
"Kita waspadai, kapan kita harus pandai mengelola air, kemudian kapan kita harus pandai mengelola tentang energi, dan juga tentang pangan, karena ini sangat terkait kekeringan," katanya.
BMKG telah menyelenggarakan sekolah lapang iklim untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam melakukan mitigasi kekeringan dan dampak cuaca yang lain.
Baca juga:
Daerah di Jawa hingga Nusa Tenggara diminta waspadai kekeringan
6.443 hektare sawah di Aceh rawan kekeringan
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2023