“Besaran kuota disusun atas data dan proses yang kredibel, penerapan kuota yang proporsional terkait komposisi upaya tangkap dan kapasitasnya,” ujar Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Agus Suherman dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Minggu.
Agus mengatakan, rancangan perhitungan kuota penangkapan ikan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek biologi dan ekonomi di setiap zona penangkapan ikan terukur, kuota menjadi aspek penting untuk menjamin pemanfaatan sumber daya ikan sesuai data dukungnya.
Ia menambahkan, aturan PIT memberikan instrumen manajemen yang mengalokasikan hak untuk melakukan penangkapan ikan dengan jumlah kuota tertentu dengan mempertimbangkan tujuan kegiatan penangkapan ikan.
Salah satu langkah strategis penerapan aturan ini dengan fasilitasi sistem informasi terintegrasi melalui aplikasi e-PIT, ia pun meminta dukungan pemerintah daerah dalam implementasinya.
“Saya meminta peran aktif pemerintah daerah dalam forum ini dan mendukung proses migrasi perizinan kapal daerah menjadi izin pusat bagi yang menangkap ikan di atas 12 mil laut,” imbuhnya.
Adapun kuota penangkapan ikan akan dibagi menjadi tiga, yaitu kuota nelayan lokal di bawah 12 mil laut, kuota industri di atas 12 mil laut), serta kuota kegiatan bukan untuk tujuan komersial (untuk daerah penangkapan ikan sampai 12 mil laut dan di atas 12 mil laut).
Bagi nelayan kecil dengan kapal perikanan paling besar kumulatif 5 GT, penangkapan ikan terukur akan memberikan beragam keuntungan, di antaranya tidak dikenakan pungutan PNBP serta dapat memanfaatkan kuota industri dan kuota nelayan lokal.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan penangkapan ikan terukur menjadi transformasi kebijakan pengelolaan perikanan tangkap yang sejalan dengan roadmap ekonomi biru, guna memastikan sumber daya ikan tetap lestari dengan mempertimbangkan aspek biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial.
Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023