Petani dan nelayan di negeri ini memang harus bangkit untuk mengubah nasib.

Jakarta (ANTARA) - Perhelatan akbar petani dan nelayan seluruh Nusantara yang dikenal dengan Pekan Nasional (Penas) Petani dan Nelayan, usai sudah. Kota Padang, Sumatera Barat, membawa kenangan tersendiri bagi kaum tani dan nelayan negeri ini.

Selama sepekan, bahkan lebih, para petani dan nelayan tampak begitu hangat membangun komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan di sektor pertanian dan perikanan.

Penas sebagai forum pertemuan nasional para tokoh tani telah melalui sejarah yang panjang. Bahkan Penas telah ikut memberikan warna nasionalisme kepada para petani.

Mereka merasa satu bangsa yang satu yakni bangsa Indonesia, karena pertemuan Penas. Penas Pertama dilakukan Desa Cihea, Ciranjang, Cianjur, Jawa Barat, pada 18-25 September 1971 dengan tema Meningkatkan Peranan Petani dalam Program Pembangunan Pertanian.

Dan, Penas tahun ini benar-benar menjadi momen yang penuh dengan pengalaman indah bagi petani dan nelayan. Pembukaan Penas disambut meriah dan antusias oleh para peserta. Petani senang dengan kehadiran Menteri Pertanian Sjahrul Yasin Limpo dan sejumlah pejabat terkait.

Penas memang merupakan hajatan petani dan nelayan meski pelaksanaannya kali ini betul-betul penuh dengan tantangan.

Penantian yang cukup panjang dari para petani dan nelayan untuk berkumpul sempat tertunda lama karena adanya pandemi COVID-19, kini terbayar sudah. Bayangkan, betapa rindunya mereka. Penas yang seharusnya digelar tahun 2020, terpaksa mundur hingga ke tahun 2023.

Selama Penas berlangsung, semua dapat menyaksikan inovasi yang disajikan dalam gelar teknologi di bidang pertanian dan perikanan. Warga yang tinggal di sekitar lokasi Penas diselenggarakan, dapat melihat dengan mata kepala sendiri, hasil para peneliti dan pemulia tanaman yang memperlihatkan kajian terbarunya, terutama yang berkaitan dengan peningkatan produksi dan produktivitas di bidang pertanian.

Selain itu, dalam stand pameran, pengunjung juga dapat menyaksikan bagaimana setiap daerah mengembangkan pertanian dan perikanan, berbasis kearifan lokal masing-masing.

Atas hal yang demikian, ternyata para petani dan nelayan di berbagai daerah mampu berkiprah lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Justru yang penting dipikirkan lebih lanjut setelah Penas usai, apa yang seharusnya dikembangkan?


Setelah Penas

Penas sepantasnya jangan menjadi "kongres" alias "ngawangkong teu beres-beras". Artinya, bangsa ini jangan terjebak dalam wacana.

Apa yang direkomendasikan dalam Penas sudah seharusnya ditindaklanjuti melalui berbagai kebijakan, program, dan kegiatan nyata di lapangan. Segudang ide dan pemikiran cerdas para petani dan nelayan, saatnya disampaikan kepada pembuat kebijakan sebagai bahan rekomendasi untuk lahirnya sebuah regulasi yang propertanian.

Sebagai forum silaturahmi, Penas merupakan ajang menyatukan pandangan antara aspirasi petani dan nelayan dengan kebijakan yang bakal ditetapkan Pemerintah. Itu sebabnya menjadi tanggung jawab bersama untuk merumuskan program pembangunan pertanian dan perikanan yang senapas dengan keinginan dan kebutuhan para petani dan nelayan.

Catatan kritis yang perlu disampaikan adalah apakah tema Penas 2023 yang intinya terkait dengan menempatkan posisi terbaik petani, kemandirian pangan, dan pencapaian lumbung pangan dunia 2045 sudah terstruktur secara baik?

Khusus untuk tema yang terakhir, yakni soal Lumbung Pangan Dunia 2045, Penas 2023 idealnya merekomendasikan garis besar desain perencanaan pencapaian yang dilengkapi dengan peta jalan yang konkret.

Hal ini penting karena seusai "hajatan" selama satu pekan tersebut, seluruh peserta dimintakan untuk selalu proaktif dalam mengejawantahkan apa-apa yang sudah ditetapkan Penas.

Ini berarti para petani dan nelayan yang hadir di Penas bersama para pendampingnya, dituntut dapat melaksanakan rekomendasi yang diusulkan, agar kesejahteraan petani dan nelayan di negeri ini, dalam tempo yang sesegera mungkin dapat diwujudkan.

Petani dan nelayan di negeri ini memang harus bangkit untuk mengubah nasib. Sangat tidak baik bila mereka tidak diberdayakan sehingga berpotensi masuk dalam jurang kemiskinan ekstrem.

Sebagai bagian dari negeri ini, kaum petani dan nelayan memiliki hak yang setara untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan sejahtera.

Tugas dan kewajiban negara untuk dalam tempo yang sesingkat-singkatnya untuk merumuskan strategi dan bersama seluruh elemen bangsa ini untuk mewujudkan kesejahteraan yang adil dan merata.

Penas XVI itu pun diharapkan benar-benar memiliki kehormatan dan tanggung jawab untuk mempercepat terwujudnya cita-cita kesejahteraan petani dan nelayan.

Penas, tentu bukan hanya sekadar media untuk kumpul-kumpul, namun yang lebih utama lagi adalah sampai sejauh mana apa yang diaspirasikan petani dan nelayan seluruh Nusantara ini, dapat diakomodasi menjadi sebuah kebijakan di negeri ini.

Di sinilah, semua pihak harus peduli untuk senantiasa mengawal dan menyuarakan. Semata agar rekomendasi yang dihasilkan dapat dijadikan referensi dan acuan bagi perumusan kebijakan, program, dan kegiatan yang betul-betul menunjukkan keberpihakan terhadap pertanian dan perikanan.

Selain itu, dari sisi politik anggaran pun memberikan dukungan maksimal terhadap pengembangan pertanian dan perikanan secara signifikan. Semua ini, tentu butuh komitmen kuat untuk menggapainya.

Penas XVI resmi sudah ditutup. Namun begitu, semangat para peserta tetap bergelora. Mereka yakin, apa yang direkomendasikan Penas XVI akan diperhatikan dengan serius oleh para penentu kebijakan di negeri ini.

Petani dan nelayan yakin bahwa hasil sepekan mereka berkomunikasi di Padang bakal menjadi kekuatan Pemerintah untuk melahirkan program dan kegiatan terbaik untuk kesejahteraan petani dan nelayan di Indonesia.


*) Entang Sastraatmadja adalah Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat.

Copyright © ANTARA 2023