memantau secara berkala pemenuhan kebutuhan dan kondisi balita
Jakarta (ANTARA) - PT Pembangunan Jaya Ancol bertekad untuk terus memantau para balita terduga tengkes (stunting) peserta program Kolaborasi Intervensi Penurunan Stunting Puskesmas Kecamatan Pademangan (Klenting Puspa) di Jakarta Utara sesuai perkembangan dan usia mereka.
"Kami, tidak hanya memberi bantuan kepada anak berisiko 'stunting' di program itu berupa dua butir telur dan satu kotak susu setiap harinya, tetapi bisa juga memantau secara berkala pemenuhan kebutuhan dan kondisi balita sesuai dengan perkembangan dan usia mereka," kata Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk Winarto pada penutupan Klenting Puspa tahap pertama di Jakarta, Jumat.
Oleh karena itu, dia mengaku, telah meminta ibu Rika Lestari selaku Koordinator Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (corporate social responsibility/CSR) agar perseroan memberi bantuan bagi mereka.
"Saya gembira, permintaan saya langsung ditindaklanjuti ibu Rika dengan mengasuh 162 anak dan 36 di antaranya sudah dinyatakan lulus 'stunting'," katanya.
Winarto menegaskan keinginannya untuk memastikan anak balita Jakarta, khususnya di Pademangan, Jakarta Utara, agar mampu menjadi generasi penerus kepemimpinan pada masa mendatang secara sehat dan kuat.
Baca juga: "Klenting Puspa" di Jakarta perlu tenaga pendamping keluarga
Dalam menyukseskan program itu, Ancol menyumbangkan telur sebanyak 900 butir serta susu sebanyak 4.860 kotak setiap bulan sejak Maret 2023.
Tanpa rencana
Pada kesempatan itu, Winarto juga mengaku prihatin saat mendengar kisah yang diceritakan kepadanya di Jakarta soal kerentanan terhadap tumbuh-kembang bayi yang lahir tanpa terencana.
"Menikahnya resmi, tapi 'kecelakaan' karena anak tidak dilahirkan dalam perencanaan yang baik. Anak itu dilahirkan bukan karena direncanakan untuk ada," kata Winarto.
Kisah itu membuat Winarto tergerak untuk terlibat di Klenting Puspa itu di Jakarta Utara.
"Jika orang tua tidak siap dengan keberadaan balita di dalam kekurangan ekonominya, maka bantuan makanan bisa dijual untuk memenuhi kebutuhan orang tuanya, bukan anaknya. Di situlah saya tergerak," kata Winarto.
Baca juga: Klenting Puspa hasilkan 22 persen balita bebas dari tengkes di Jakarta
Ada juga, tambahnya, orang tua melahirkan bayi dari hasil hubungan perkawinan siri, lalu bercerai sehingga anak tak memiliki nomor induk kependudukan (NIK).
Kondisi tanpa NIK, katanya, membuat anak sulit memperoleh bantuan bagi kesejahteraannya melalui bantuan langsung tunai maupun bantuan pangan.
Kepala Puskesmas Kecamatan Pademangan dr Octoviana Carolina mengatakan pihaknya sudah mendaftarkan anak tersebut sebagai berisiko stunting agar bisa dipadankan ke dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dan anak bisa memperoleh bantuan pangan yang dibutuhkan.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2023