Kami berharap pemerintah akan segera memutuskan untuk menghentikan pembangunan PLTN
Taipei (ANTARA News) - Partai oposisi utama Taiwan, Selasa, menyerukan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN)--yang lama tertunda--dihentikan seiring dengan unjukrasa meluas terkait faktor keselamatan.
Perdebatan membangun instalasi nuklir keempat itu, yang tak kunjung selesai selama 14 tahun, memanas seiring dengan rencana parlemen Taiwan meninjau penambahan anggaran mencapai 40 miliar dolar Taiwan (Rp13,57 triliun) untuk proyek tersebut.
"Kami berharap pemerintah akan segera memutuskan untuk menghentikan pembangunan PLTN tersebut daripada menyetujui adanya anggaran tambahan," kata Ketua Partai Demokratik Progresif, Su Tseng-chang.
Kekhawatiran terkait instalasi atomik Taiwan itu memuncak setelah gempa berkekuatan 9 skala Richter yang disertai tsunami melanda Jepang pada 11 Maret 2011, sehingga merusak instalasi nuklir di Fukushima.
Berdasarkan keterangan pihak penyelenggara, sebanyak 50 ribu orang dari 100 kelompok warga sipil dijadwalkan menggelar protes anti-nuklir di Taiwan pada 9 Maret mendatang guna mendesak pemerintah untuk belajar dari bencana yang terjadi di Jepang.
Pemerintah Taiwan sebelumnya menyatakan tidak mungkin menutup tiga PLTN mereka atau menghentikan pembangunan yang keempat, karena pulau tersebut sangat bergantung terhadap impor energi.
Pembangunan PLTN keempat dimulai pada 1999 dan sedianya dijadwalkan rampung pada 2004. Tetapi perdebatan politik mengakibatkan proyek kontroversial itu tertunda sekian lama.
Tiga PLTN yang dimiliki Taiwan saat ini baru memenuhi sekitar 20 persen kebutuhan listrik pulau itu. Pemerintah Taiwan mengklaim bahwa desain instalasi anti-gempa telah diterapkan kepada seluruh instalasi tersebut setelah bencana yang terjadi di Jepang.
Seperti halnya Jepang, wilayah Taiwan juga tergolong rawan gempa karena pulau tersebut terletak di antara dua lempeng tektonik.
Pada 1999 saja, gempa berkekuatan 7,6 skala Richter menewaskan sedikitnya 2.400 orang dalam sebuah bencana alam terbesar sepanjang sejarah pulau tersebut.
(P012)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013