Jakarta (ANTARA) - Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova menyatakan penguatan Rupiah terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan hari ini dipengaruhi data pengangguran dan data industri AS yang memburuk.
"Penguatan Rupiah terhadap dolar AS diperkirakan tidak akan bertahan lama dikarenakan index dollar yang masih tinggi dan tren kenaikan yield obligasi AS," ujar dia ketika ditanya Antara, Jakarta, Jumat.
Melihat dari sisi domestik, pertumbuhan dua digit kredit perbankan dan surplus perdagangan menguatkan Rupiah.
Pada pagi tadi, Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong telah memperkirakan rupiah berpotensi menguat terbatas oleh pelemahan dolar AS pasca data klaim pengangguran dan produksi yang lebih lemah dari perkiraan.
Baca juga: Analis: Rupiah berpotensi menguat terbatas
Klaim pengangguran aktual AS yang diekspektasikan sebesar 249 ribu rupanya secara aktual 262 ribu
"Namun, ekspektasi suku bunga pasca Federal Open Market Committee (FOMC) masih menekan rupiah. Paling tidak selama sepekan ke depan dampak dari FOMC masih akan terus ada." ungkap Lukman.
Pada Kamis (15/6), Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menerangkan bahwa Bank Sentral AS telah memberikan sinyal bahwa tidak ada pemangkasan suku bunga tahun ini. Target suku bunga acuan yang berada di angka 5,6 persen dikatakan akan mengalami 1-2 kali kenaikan.
"Ini tidak seperti yang diekspektasikan sebagian pelaku pasar yang mengharapkan sinyal pemangkasan dari the Fed," kata Aris di Jakarta, Kamis (15/6).
Baca juga: Rupiah pada Jumat pagi menguat jadi Rp14.937 per dolar AS
Rupiah mengalami penguatan pada penutupan perdagangan hari sebesar 0,09 persen atau 14 poin menjadi Rp14.940 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.954 per dolar AS.
Sepanjang hari, rupiah bergerak dari Rp14.925 per dolar AS hingga Rp14.951 per dolar AS.
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023