Ide ini muncul pada tahun 2019 saat uji coba penelitian yang sudah kami lakukan. Mangrove bisa dijadikan zat pewarna alami untuk ecoprint. Penelitian yang dilakukan sangat rinci, mulai dari pemilihan bahan hingga proses produksi
Malang (ANTARA) - Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr Wehandaka Pancapalaga mengembangkan teknik ecoprint untuk mengurangi kerusakan lingkungan dalam membuat berbagai produk fesyen.
Wehandaka bersama lima mahasiswanya dari Fakultas Pertanian Peternakan (FPP) mengembangkan ecoprint dengan memanfaatkan mangrove. Produk yang dihasilkan, diantaranya tas, pakaian, hingga sepatu, dengan teknik pewarnaan ecoprint tersebut.
"Ide ini muncul pada tahun 2019 saat uji coba penelitian yang sudah kami lakukan. Mangrove bisa dijadikan zat pewarna alami untuk ecoprint. Penelitian yang dilakukan sangat rinci, mulai dari pemilihan bahan hingga proses produksi. Hal ini berefek pada produk yang bagus dan bermanfaat bagi masyarakat," kata Wehandaka dalam rilis yang diterima di Malang, Jawa Timur, Jumat.
Wehandaka menjelaskan hasil dari ekstrak mangrove tidak mudah luntur, sehingga bagus untuk pewarna. Sistem yang digunakan melalui mesin pengukus atau steam yang tingkat panasnya lebih terjamin, sehingga warna yang dihasilkan juga lebih merata.
Baca juga: Mahasiswa UMM buat inovasi alat "Medical Check Up" Mandiri
“Suhu yang kami gunakan sekitar 75 derajat Celsius dan dikukus selama dua jam. Apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi, kulit yang digunakan untuk ecoprint akan rusak dan kalau terlalu rendah, warna daun dan bunga tidak akan bisa melekat pada kulit,” ujarnya.
Wehandaka mengatakan pihaknya sangat serius mendalami penelitian, termasuk mengenai pemilihan jenis mordan. Ia sudah mencoba berbagai cara, mulai dari mordan tawas, kapur, dan tunjung. Hasilnya, mordan tawas memberikan hasil yang lebih maksimal dan cocok dengan bahan alami yang digunakan.
Sementara kulit yang digunakan untuk teknik ini adalah kulit domba samak jenis crust. Pemilihan ini tak lepas dari kelebihannya yang lebih lentur dan tidak mudah luntur.
Baca juga: Dosen UMM ubah sari mawar jadi minuman antioksidan
“Penelitian ecoprint kami ini didaftarkan untuk paten sederhana. Sembari menunggu, kami juga mengabadikannya dalam beberapa event, seperti program pendanaan hibah bersama UMKM Bululawang Malang. Hasilnya, masyarakat antusias untuk memproduksi ecoprint tersebut, karena di Desa Bululawang banyak perajin kulit yang masih monoton menggunakan warna hitam polos," ucapnya.
Wehandaka bersama tim berharap agar penelitian mengenai ecoprint dapat diterima baik oleh masyarakat. Mereka memiliki tujuan untuk membantu perajin kulit agar bisa lebih kreatif. Utamanya dalam hal warna, teknik, dan cara yang lebih ramah lingkungan.
“Untuk selanjutnya, saya sedang mencoba mengombinasikan antara ecoprint dan ukiran agar hasil akhirnya seperti daun yang nampak timbul. Sehingga, makin terlihat menarik dan bagus,” kata Wehandaka.
Baca juga: Sandiaga bakal promosikan Jember sebagai pusat batik ecoprint
Baca juga: Batik ecoprint akan dikembangkan di Kota Probolinggo
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023