Pengembangan budi daya tanaman padi di lahan gambut pasang surut dapat dipertimbangkan untuk dijalankan.

Palangka Raya (ANTARA) - Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) terus mengembangkan cara revitalisasi berbasis pemberdayaan masyarakat, melalui program "Demonstration Farming" atau demfarm budi daya padi di lahan gambut.

"Pengembangan budi daya tanaman padi di lahan gambut pasang surut dapat dipertimbangkan untuk dijalankan. Demfarm di Desa Talio Hulu, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau dapat menjadi model pengelolaan lahan gambut yang bijaksana," kata Sekretaris BRGM Ayu Dewi Utari melalui pernyataan yang diterima, di Palangka Raya, Jumat.

Dia mengatakan, hasil dialog dengan masyarakat di Desa Talio Hulu, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah menunjukkan pemanfaatan lahan gambut untuk budi daya padi dapat dilakukan.

"Namun membutuhkan input yang tinggi dengan output panen yang lebih rendah daripada sawah di tanah mineral," katanya pula.

Untuk itu, diperlukan kehadiran pemerintah melalui subsidi. Selain itu, juga harus dipelajari kapan dan dalam bentuk apa subsidi harus diberikan agar tepat sasaran.

Dia mengatakan, lahan gambut tidak semuanya harus dikonservasi, namun juga ada yang karena kebutuhan masyarakat dapat dimanfaatkan dengan pengelolaan yang bijaksana.

"Catatan teknis pembelajaran dari pengalaman budi daya padi di lahan gambut di demfarm ini akan didokumentasikan, sebagai bahan pertimbangan saat memutuskan melakukan budi daya padi di lahan gambut," kata Ayu.

Lokasi gambut di Desa Talio Hulu sebelumnya adalah areal sawah program transmigrasi yang mulai ditinggalkan dan menjadi terbengkalai serta mengalami kebakaran berulang.

BRGM sejak 2020 telah mendampingi baik dalam hal bantuan finansial maupun aspek teknis. Pendampingan oleh pakar sampai penataan tata air mikro dan penguatan kelembagaan masyarakat juga dilakukan.

Jenis padi yang ditanam di lahan ini adalah hybrida dan Inpari dengan hasil panen maksimal per hektare mencapai 6,6 ton.

Khusus di Desa Talio Hulu, demfarm yang telah terbangun hingga 2023 mengalami peningkatan 14,5 hektare dengan total 135,5 hektare. Meski begitu, petak-petak yang sudah dibangun ini belum dapat memberikan produktivitas yang konsisten.

Permasalahan lain seperti akses pupuk subsidi yang sulit, hingga penyediaan sarana produksi (saprodi) yang lebih mahal dibandingkan dengan biaya produksi pada lahan produktif (sawah pada lahan mineral).

Kepala Bidang Pengendalian, Pencemaran, dan Kerusakan DLH Provinsi Kalteng Merty Ilona mengatakan, Talio Hulu merupakan wilayah dengan lahan gambut yang dulunya sering terbakar.

"Saat ini dengan adanya program dari BRGM, masyarakat telah memanfaatkan lahan untuk produksi, dengan begitu masyarakat juga ikut berupaya menjaga lahannya dari bahaya kebakaran," katanya pula.

Selanjutnya, permasalahan hidrologis atau tata kelola air menjadi isu yang perlu diselesaikan di demfarm tersebut. Oleh karena itu perlu bantuan dan koordinasi banyak pihak agar jaringan irigasi tersistem dengan baik.

Ketua Gabungan Kelompok Tani Berseri Jemino menjelaskan bahwa program budi daya padi gambut dari BRGM sangat membantu terutama saat pandemi COVID-19 melanda.

Dia mengatakan, sekitar 50-70 persen petani masih melanjutkan budi daya padi di Talio Hulu. Lahan yang digarap sangat berpotensi apabila diolah dengan baik dan tata kelola air yang baik.

Selanjutnya, mereka berharap agar ke depannya program yang ada tetap berjalan dan berkelanjutan serta mendapatkan uluran tangan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan program tersebut.
Baca juga: BRGM: Sistem tata kelola air mikro optimalkan budidaya padi gambut
Baca juga: Petani Banyuasin berhasil kembangkan padi hitam di lahan gambut

Pewarta: Rendhik Andika
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023