Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah atas dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Kamis pagi, menguat mendekati level Rp9.400 per dolar AS menjadi Rp9.410/9.420, dibandingkan dengan posisi penutupan hari sebelumnya 9.479/9.520 per dolar AS atau naik 69 poin, menyusul paket pinjaman Consultative Group on Indonesia (CGI) 5,4 miliar dolar AS kepada Indonesia. "Paket pinjaman CGI itu memicu rupiah menguat terhadap dolar AS, setelah beberapa hari lalu terpuruk yang hampir menyentuh level Rp9.500 per dolar AS," kata Kostaman Thayib, direktur retail banking sebuah bank di Jakarta, Kamis. Menurut dia, pasar semula sangat khawatir dengan tingkat rupiah yang terus merosot, apalagi tekanan global sangat kuat menjelang kenaikan suku bunga AS oleh bank sentral AS (The Fed) pada 28 -29 Juni akan bertemu untuk membahas kenaikan suku bunga itu. Kenaikan rupiah pada sesi ini diharapkan akan bisa berlanjut, apabila kondisi pasar seperti ini di terus terjadi sehingga posisinya diperkirakan akan bisa mencapai level Rp9.000 per dolar AS, katanya. Rupiah, lanjutnya, ketika pasar dibuka langsung menguat hingga mendekati level Rp9.405 per dolar AS, bahkan sempat di level Rp9.400 per dolar AS, namun pada penutupan sesi ini kembali terkoreksi hingga berada di posisi Rp9.410 per dolar AS. Kenaikan rupiah itu sedikit banyak memberikan harapan kepada masyarakat yang sebelumnya agak panik, bahwa masih ada ruang untuk rupiah menguat lebih baik, apalagi Bank Indonesia (BI) tetap komit akan berada di pasar mengawasi pergerakan nilai tukar tersebut, katanya. Ia mengatakan kenaikan rupiah itu juga berkat melemahnya dolar AS di pasar regional terhadap yen menjadi 114,95 dari sebelumnya 115,40 dan terhadap euro jadi 1.2600 atau melemah 0,.4 persen. Dolar AS terhadap yen menguat pertengahan bulan ini, sedangkan terhadap euro kenaikannya terjadi pada awal bulan ini, katanya. Melemahnya dolar AS terhadap yen dan euro, setelah keluarnya indeks harga konsumen (CPI) pada Mei lalu sedikit menguat menjadi 0,3 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat 0,2 persen, katanya. Koreksi terhadap dolar AS itu setelah sebelumnya menguat, karena pertumbuhan ekonomi AS cenderung melambat yang memicu bank sentral AS (The Fed) akan kembali menaikkan suku bunga AS ke-17 dari 5 persen menjadi 5,25 persen. Hal itu mendorong The Fed untuk mempertimbangkan kenaikan tingkat suku bunga utamanya lagi pada pertemuan 28-29 Juni mendatang, sekalipun pertumbuhan ekonomi menunjukkan tanda-tanda pelambatan. Belanja konsumen terus meningkat, banyak wilayah yang melemah bahkan pasar rumah real estat terus mendingin, sehingga pembangunan perumahan dan penjualan rumah juga melambat, kata Kostaman. (*)
Copyright © ANTARA 2006