Yogyakarta (ANTARA News) - Gunung Merapi di Jawa Tengah bikin kejutan. Sehari berstatus aktivitas 'siaga', Rabu sore kembali dinaikkan menjadi 'awas'. Bukan Merapi kalau tidak membuat kejutan. Karakter aktivitasnya yang sulit diprediksikan. Itu yang kini ditunjukkan gunung setinggi 2.965 mdpl tersebut. Pada Selasa (13/6) pukul 11.00 WIB, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung menurunkan status aktivitas Merapi dari 'awas' menjadi 'siaga', karena pertimbangan menurunnya aktivitas terutama awan panas dan kegempaannya, namun pada Rabu (14/6) pukul 15.00 WIB dinaikkan lagi menjadi `awas`, setelah terjadi awan panas besar secara beruntun dengan jarak luncur maksimum tujuh kilometer. Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta menaikkan lagi ke status `awas`, karena awan panas terus menerus terjadi yang sebagian besar mengarah ke hulu Kali Gendol (lereng selatan), dan bisa mengancam permukiman penduduk. Staf BPPTK Yogyakarta Triyani mengatakan keputusan menaikkan kembali ke status `awas`, setelah pihaknya menerima telepon dari Kepala BPPTK Yogyakarta Ratdomo Purbo yang saat itu didampingi Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTK Subandriyo yang masih berada di sekitar Merapi. "Kami memang belum menerima surat resmi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mengenai keputusan menaikkan status ini, karena sebenarnya institusi itu yang berwenang menetapkannya," ujar dia. Namun, melihat kondisi Merapi sekarang, BPPTK Yogyakarta mengambil keputusan mendesak untuk menaikkan kembali status gunung itu menjadi `awas`, ujarnya. "Kami belum bisa mengukur volume dan jarak luncur awan panas tersebut," kata Triyani. Tetapi, berdasarkan informasi dari petugas di Pos Pengamatan Merapi di Kaliurang, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), jarak luncur awan panas saat itu mencapai tujuh kilometer, yang merupakan luncuran terjauh sejak aktivitas gunung ini meningkat dalam satu bulan terakhir ini. Berawal pada Rabu (14/6) sekitar pukul 12.05 WIB gunung tersebut tiba-tiba mengeluarkan awan panas cukup besar secara beruntun dari puncaknya. Saat itu awan panas berlangsung beberapa menit, dan meluncur ke lereng selatan yaitu ke hulu Kali Gendol. Dewi Sri, Staf Ahli Geologi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta menginformasikan awan panas yang terjadi terus menerus siang itu, dari Pos Kaliurang teramati meluncur ke hulu Kali Gendol. Panut, petugas di Pos Pengamatan Merapi di Kaliurang, Sleman menginformasikan awan panas itu terjadi beruntun, meluncur ke lereng selatan ke hulu Kali Gendol. Ia mengkhawatirkan kemungkinan terjadi kepanikan warga kawasan Kaliadem, timur Kaliurang, Sleman yang berjarak sekitar 5,5 kilometer dari puncak, karena luncuran awan panas tersebut. Empat relawan terluka Sementara itu, empat relawan terluka akibat suhu udara panas, menyusul terjadinya awan panas yang meluncur sejauh sekitar tujuh kilometer ke hulu Kali Gendol. Mereka dari `Emergency Team` Posko Merah Putih yang dibentuk Yayasan Garuda Nusantara pimpinan penyanyi balada Ully Sigar Rusadi. Keempat korban tersebut mengalami luka lecet dan melepuh di bagian kulitnya. Menurut salah seorang relawan yang terluka, Riki, kejadiannya bermula ketika dia bersama teman-temannya serta warga Desa Glagaharjo memantau situasi di puncak Merapi. Namun, tiba-tiba antara pukul 12.00 dan 15.00 WIB muncul awan panas yang menyebabkan suhu udara meningkat, dan dirasakan sangat panas di wajah dan tangan mereka. Selain Riki, tiga relawan lain yang juga mengalami luka lecet dan melepuh adalah Yudi, Dedi dan Sugeng. "Rasanya panas sekali seperti direbus, padahal saat itu di Posko Kalitengah sudah tidak ada sepedamotor maupun mobil untuk menyelamatkan diri, sehingga kami langsung lari turun ke bawah untuk memberitahu masyarakat agar segera mengungsi," ujar dia. Saat itulah para relawan tersebut terkena suhu udana panas akibat luncuran awan panas yang diperkirakan sejauh tujuh kilometer. Setelah mendapat perawatan, para relawan itu bergabung kembali dengan relawan lain di barak pengungsian Balai Desa Glagaharjo Kecamatan Cangkringan. Barak-barak pengungsian hingga Rabu malam dipenuhi lagi pengungsi, setelah sehari sebelumnya mereka kembali ke rumah masing-masing, karena status aktivitas gunung itu sejak Selasa (13/6) pukul 11.00 WIB diturunkan dari `awas` menjadi `siaga`. Informasi dari warga setempat menyebutkan akibat luncuran awan panas tersebut, sebagian lokasi wisata Bumi Perkemahan Bebeng, Kaliadem, Cangkringan, Sleman dipenuhi material vulkanik berupa pasir halus dan abu. Bahkan sebagian kawasan hutan, di antaranya berupa pohon pinus di utara Kaliadem hangus terbakar terlanda awan panas. Upaya pengamanan kawasan dan evakuasi terhadap warga hingga Rabu malam masih terus dilakukan oleh aparat Pemerintah Kabupaten Sleman bersama anggota TNI dan jajaran Polri. Ada laporan dari sejumlah warga di Kaliadem, lima orang warga diduga hilang setelah terjadi luncuran awan panas ke wilayah itu. Endapan awan panas Endapan awan panas dari Gunung Merapi hingga Rabu malam terus mengisi jurang Kali Gendol di wilayah Dusun Jambu, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY. Bupati Sleman, Drs Ibnu Subiyanto Akt, beserta rombongan yang meninjau dusun itu, Rabu malam memperoleh laporan dari petugas Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Satlak PBP) Sleman bahwa material vulkanik Merapi sudah mengisi jurang Gendol. "Kedalaman jurang yang semula sekitar 75 meter, saat ini tinggal 30 meter," ujar bupati kepada wartawan di Cangkringan, Sleman. Ia mengatakan jalan menuju kawasan wisata Kaliadem yang hanya berjarak sekitar 5,5 kilometer dari puncak gunung tersebut, sejak dari pintu gerbang ke atas tertutup material vulkanik berupa pasir dan abu. Bupati juga mengatakan apabila terjadi hujan deras bisa mengakibatkan banjir lahar dingin yang mengalir sejauh tiga kilometer dari Dusun Jambu. Karena itu, pihaknya bersama instansi terkait lain akan segera mengambil langkah antisipasi untuk mengendalikan kemungkinan terjadinya banjir lahar dingin, sehingga lahar dingin tetap mengalir di jalurnya, tidak menyimpang ke kawasan permukiman penduduk atau lahan pertanian. "Di bagian bawah, pasir di Kali Gendol akan dikeruk, sehingga apabila terjadi aliran lahar dingin bisa tertampung lagi di tempat itu," kata dia. Sementara itu, Asisten Sekwilda Bidang Pemerintahan Kabupaten Sleman Setyobudi yang juga Sekretaris Satlak PBP kabupaten ini mengatakan semua persiapan untuk penanggulangan bencana Merapi masih standar, karena penduduk yang sekarang diungsikan lagi jumlahnya masih seperti sebelumnya. Bupati Sleman pada kesempatan itu membantah berita yang mengatakan ada lima warga yang hilang pascakejadian awan panas besar, dan menyusul hujan abu di wilayah selatan Merapi. "Tidak benar berita itu, karena kami berada di lapangan dan tahu persis semua yang terjadi di wilayah ini," katanya. Sementara itu, di Desa Kepuharjo warga mengalami kesulitan untuk mendapatkan makanan serta air minum, karena tangki untuk memasak yang ada di dapur umum tergelincir. Kejadian tersebut sudah dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Keluarga Berencana Sleman untuk ditindaklanjuti. Penyebab awan panas Sementara itu, staf BPPTK Yogyakarta, Sapari, Rabu malam mengatakan hingga saat ini belum diketahui penyebab terjadinya awan panas yang cukup besar itu, karena puncak Merapi masih tertutup kabut tebal. "Karena terhalang kabut tebal, pengamatan dan analisa terhadap kubah lava di puncak Merapi belum dapat dilakukan, sehingga belum diketahui apakah awan panas itu akibat longsornya kubah lava baru (2006) atau kubah lava 1997, atau keduanya," katanya. Menurut dia, analisa terhadap penyebab awan panas tersebut baru dapat dilakukan saat puncak gunung itu tidak tertutup kabut. Sehingga kemungkinan hasil analisa baru dapat diketahui Kamis (15/6), asalkan kawasan puncak cerah. "Kabut yang menyelimuti puncak Merapi menyulitkan kami untuk melakukan pengamatan dan analisa guna mengetahui penyebab awan panas tersebut, karena secara visual kubah lava tidak terlihat sama sekali," demikian Sapari. Jajaran BPPTK masih harus bekerja keras untuk mengungkap `misteri` di balik `kejutan Merapi` ini. Tetapi yang pasti, kubah lava baru (2006) yang volumenya saat ini sekitar tiga juta meter kubik, menumpang atau berada di atas kubah lava 1997 yang volumenya sekitar empat juta meter kubik. Jika kedua kubah lava itu longsor seluruhnya, tentunya awan panas yang volumenya akan membesar, dengan jarak luncur mungkin lebih dari delapan kilometer. Segalanya masih mungkin terjadi dari aktivitas Merapi yang berada di perbatasan wilayah Jawa Tengah dan DIY yang termasuk gunungapi paling aktif di dunia ini. (*)
Oleh Oleh Masduki Attamami
Copyright © ANTARA 2006