semakin kuat upaya menertibkan dan melakukan pengawasan terhadap tukang gigi tidak berizin
Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) menyatakan menghargai putusan Mahkamah Konstitusi yang tetap memperbolehkan tukang gigi untuk melakukan praktik.
"Kami sebagai bagian dari organisasi yang berbadan hukum, menghargai dan menaati keputusan MK tersebut," kata Ketua Umum PB PDGI drg. Zaura Rini Anggraeni, saat dihubungi dari Jakarta, Senin.
Rini mengatakan dalam putusan tersebut MK menyatakan Pasal 73 ayat (2) UU Praktik Kedokteran bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik, kecuali tukang gigi yang mendapat izin praktik dari pemerintah.
Putusan tersebut menurut dia dapat diartikan bahwa praktik tukang gigi hanya boleh dilakukan oleh tukang gigi yang memiliki izin.
"Artinya putusan MK menguatkan bahwa tukang gigi tidak berizin itu melanggar ketentuan, sehingga semakin kuat upaya menertibkan dan melakukan pengawasan terhadap tukang gigi tidak berizin," ujar Rini.
Menurut dia, saat ini belum ada data pasti dari pemerintah terkait jumlah tukang gigi yang berizin, namun menurutnya jumlahnya sangat sedikit sekali.
Dia mengatakan tukang gigi dapat memperoleh izin praktik dengan memenuhi beberapa persyaratan antara lain kondisi tempat praktik, alat-alat, kemampuan tukang gigi bersangkutan dan lain sebagainya.
Selain itu perizinan juga harus diperpanjang setiap tiga tahun, dan perizinan tidak dapat diwariskan kepada sanak keluarga atau individu lain.
"Perizinan tersebut sudah dihentikan pada tahun 1969, dan diperpanjang hingga tahun 1986. Perpanjangan perizinan juga dihentikan pada tukang gigi yang berusia 65 tahun, sehingga secara alamiah seharusnya saat ini tidak ada lagi tukang gigi muda, dan lambat laun praktik tukang gigi seharusnya punah," ujar dia.
Dia mengatakan sesuai peraturan Kementerian Kesehatan, tukang gigi berizin pun hanya diperbolehkan melayani pembuatan gigi tiruan akrilik lepasan dan sepanjang tidak menyentuh akar gigi.
"Namun memang sejauh ini praktik tukang gigi telah melampaui batas. Mereka melayani pasang behel atau kawat gigi, implan gigi, tambal gigi, sehingga berdampak negatif bagi masyarakat," kata dia.
Menurut dia, pemasangan kawat gigi oleh seseorang yang bukan merupakan dokter dapat dikategorikan tindakan melawan hukum, karena akan merugikan pasien baik secara jangka pendek maupun panjang.
Dia mengatakan setiap pasien memiliki hak atas pelayanan kesehatan yang baik yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki kompetensi di bidangnya.
"Kalau dokter itu ada uji kompetensinya. Sedangkan tukang gigi saya tidak tahu apakah mereka mengikuti uji kompetensi atau tidak," kata dia.
Dia menyadari menjamurnya praktik tukang gigi di Indonesia turut didorong oleh adanya permintaan dari masyarakat yang menginginkan jasa dokter gigi yang murah, tanpa adanya edukasi yang mumpuni mengenai bahaya dari praktik tersebut.
Ke depannya menurut dia, seluruh pihak perlu mengupayakan adanya akses dokter gigi yang murah bagi masyarakat, melakukan pengawasan sekaligus penertiban terhadap praktik tukang gigi yang melawan hukum. Selain itu yang terpenting kata dia, perlunya edukasi perawatan gigi yang baik dan benar bagi masyarakat agar tidak perlu berobat ke dokter gigi.
(ANT)
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013