Karena itu Bapanas perlu menetapkan harga acuan tingkat produsen yang memperhitungkan biaya produsen riil petani

Jakarta (ANTARA) - Lembaga Kajian Politik dan Pemerintahan Nagara Institute menilai harga pembelian pemerintah (HPP) untuk komoditas beras masih rendah dan belum mencerminkan biaya riil yang dihadapi petani.

“Bahkan harganya lebih rendah dari pelaku swasta serta memiliki persyaratan yang tidak mudah dipenuhi petani terkait kadar air, termin pembayaran dan bentuk tebasan,” kata Tim Riset Nagara Institute Muhammad Dian Revindo dalam Seminar Hasil Riset bertajuk “Mendorong Kolaborasi Arah Kebijakan Pangan untuk Indonesia Emas” di Jakarta, Kamis.

Revindo menuturkan berdasarkan hasil riset, cadangan beras pemerintah yang tidak mencukupi dapat mempengaruhi harga beras di pasaran dan memicu perilaku spekulan di tengah masyarakat. Dalam situasi ini secara normatif, impor dapat dilakukan untuk meningkatkan cadangan pemerintah dan guna menjaga agar harga terjangkau oleh konsumen.

Hanya saja, lanjutnya, data memperlihatkan bahwa selama lima tahun terakhir peningkatan impor beras lebih berpengaruh pada kejatuhan harga beras di tingkat petani dibandingkan pada tingkat konsumen, khusus beras medium, padahal beras yang diimpor belum tentu menjadi substitusi sempurna dari produk beras domestik.

“Karena itu Bapanas perlu menetapkan harga acuan tingkat produsen yang memperhitungkan biaya produsen riil petani. Selain itu kebijakan satu harga perlu dievaluasi mengingat variasi biaya produksi antardaerah yang berbeda-beda,” tuturnya.

Lebih lanjut Nagara Institute juga meminta Bapanas mengoptimalkan peran Perum Bulog untuk melakukan cadangan pangan guna menjaga stabilitas pasokan dan stabilitas harga pangan pokok di Indonesia.

Revindo mencontohkan, pada 2022, Bulog mendapatkan mandat untuk menyerap 2,4 juta ton produksi domestik beras dengan 70 persen dari hasil panen raya awal tahun pada tahun 2023. Namun, harga domestik yang tinggi mendatangkan tantangan lain dalam upaya Bulog menjaga stabilitas harga.

“Tantangan itu berupa risiko dari penyelundupan beras dari luar negeri karena selisih harga yang semakin tinggi karena harga beras impor uang lebih murah,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menuturkan bahwa HPP pada momentum saat panen raya kali ini naik telah dinaikkan dibandingkan sebelumnya sebagai bentuk nyata keberpihakan pemerintah kepada petani. HPP untuk gabah kering panen di tingkat petani ditetapkan sebesar Rp5.000 dan di tingkat penggilingan Rp5.100. Sementara untuk gabah kering giling di penggilingan di tetapkan sebesar Rp6.200 dan di gudang Perum Bulog Rp6.300.

“Kenapa naik karena ada orang berjuang yang merumuskan data ini menyampaikan kepada Menko, menteri terkait, DPR Komisi IV khususnya, ini harus dinaikkan 20 persen. Sehingga pembelian (beras) Bulog yang dari Rp8.300 dinaikkan menjadi Rp9.950,” ucap dia.

Baca juga: Peneliti nilai kenaikan harga beras tak serta merta untungkan petani
Baca juga: Bulog sebut operasi pasar tidak melalui agen antisipasi kecurangan

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023