Beberapa temuan riset tahun ini semakin mengindikasikan daya beli masyarakat di e-commerce yang tetap terjaga selama 2022
Jakarta (ANTARA) - Hasil riset Kredivo dan Katadata Insight Center menyebut terjadi konsistensi peningkatan transaksi di kota tier 2 dan 3, dengan kenaikan sebesar 33 persen di 2020, 36 persen di 2021, dan 43 persen di 2022, meskipun nilai transaksi masih didominasi oleh kota tier 1 yaitu sebanyak 57 persen.
Direktur Katadata Insight Center Adek M. Roza mengatakan, hasil riset tersebut menandakan daya beli masyarakat di kota tier 2 (Makassar, Denpasar, Semarang) dan 3 (Magelang, Bangli) yang terjaga memasuki masa pasca pandemi dan pangsa niaga elektronik yang semakin luas ke daerah.
"Beberapa temuan riset tahun ini semakin mengindikasikan daya beli masyarakat di e-commerce yang tetap terjaga selama 2022, yang merupakan masa transisi menuju endemi," ujar Adek saat peluncuran Perilaku Konsumen e-Commerce Indonesia 2023 di Jakarta, Rabu.
Hasil analisis riset tersebut memanfaatkan 22 juta sampel transaksi yang berasal dari 2,2 juta sampel pengguna Kredivo di 34 provinsi dan di enam niaga elektronik terkemuka di Indonesia pada periode dari Januari hingga Desember 2022.
Riset mencatat konsumen lebih tua semakin adaptif dengan penggunaan niaga elektronik dengan kenaikan konsisten dalam tiga tahun terakhir yaitu kelompok umur 36-45 dari 19 persen (2020) menjadi 24 persen (2022), dan kelompok umur 46-55 tahun dari 4 persen (2020) menjadi 6 persen (2022). Penetrasi niaga elektronik yang sudah mencapai satu dekade berdampak pada daya beli konsumen lebih tua di niaga elektronik yang juga terus bertumbuh.
Memasuki masa pasca pandemi COVID-19 terjadi pergeseran pola belanja masyarakat dengan perilaku belanja kombinasi daring dan luring menjadi tren. Sebanyak 79,1 persen konsumen memilih menggunakan metode belanja kombinasi keduanya, dengan 21 persen dari total presentasi tersebut lebih banyak melakukan pembelian secara luring dan 58,1 persen lebih banyak melakukan pembelian secara daring.
Lebih lanjut, tren pergeseran juga terlihat dari transaksi per kategori produk, dengan turunnya nilai transaksi gadget di 2022 sebelumnya 37 persen menjadi 33,7 persen (YoY). Sementara terjadi kenaikan nilai transaksi di produk fesyen dari 12,9 persen menjadi 15,6 persen (YoY). Tren ini sejalan dengan mulai kembalinya aktivitas luring masyarakat di masa transisi pandemi 2022
Tren preferensi belanja yang beragam berdasarkan kelompok umur, status perkawinan, dan jumlah anak. Pulsa dan voucher menjadi kebutuhan paling diminati oleh konsumen berdasarkan kelompok umur, sementara konsumen lajang paling banyak bertransaksi untuk gadget, dan konsumen dengan 1-2 anak paling banyak membeli produk kategori anak dan bayi, sedangkan konsumen dengan 3-5 anak cenderung lebih fokus pada peralatan rumah tangga dan makanan.
Meskipun secara keseluruhan transaksi 2022 meningkat dibanding 2021, terdapat penurunan di kuartal IV 2022 akibat isu resesi dan gejolak ekonomi global, dengan nilai transaksi kuartal IV sebesar 38,6 persen menjadi 33,3 persen (YoY).
Sementara itu, metode pay later juga disebut makin diminati masyarakat. Persentase pengguna layanan pay later dalam niaga elektronik mengalami peningkatan signifikan, dari 28,2 persen pada tahun 2022 menjadi 45,9 persen pada tahun 2023.
Pay later mampu mengungguli metode transfer bank, sebanyak 16,2 persen konsumen memilih pay later sebagai metode pembayaran yang paling sering digunakan di niaga elektronik, sedangkan hanya 10,2 persen konsumen yang memilih metode pembayaran transfer bank/virtual account.
Sementara itu, sebanyak 60,9 persen responden yang telah menggunakan pay later menyebutkan bahwa metode ini merupakan kredit pertama yang mereka dapatkan, terutama bagi Socio-Economic Status (SES) C.
Lebih lanjut, seiring dengan semakin konsistennya edukasi terkait pay later di masyarakat, penggunaannya mulai beralih menjadi metode pembayaran kebutuhan harian diantaranya untuk belanja barang (87,1 persen), tagihan bulanan (51,8 persen), serta pulsa dan paket internet (48,9 persen).
Selain itu, pola penggunaan pay later telah berubah menjadi lebih banyak digunakan untuk berbelanja kebutuhan bulanan dengan cicilan tenor pendek (56,8 persen) alih-alih untuk kebutuhan mendadak (52,1 persen). Perubahan ini terjadi seiring semakin tingginya tingkat pengetahuan pengguna mengenai pay later yang kini berada di angka 32,0 (level tinggi) dibanding tahun sebelumnya di angka 26,0 (level sedang).
Baca juga: Jaga perilaku belanja agar tak dipermainkan harga
Baca juga: Laporan Google tunjukkan perubahan perilaku masyarakat saat belanja
Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023