Tunis (ANTARA News) - Ribuan pendukung partai Islam yang berkuasa di Tunisia, Ennahda, Sabtu (16/2), melancarkan pertemuan terbuka di Tunis dan menyerukan dihormatinya keabsahan majelis konstituens di negeri itu serta memprotes pembentukan pemerintah yang terdiri atas kaum teknorat.
Sambil mengibarkan bendera Ennahda dan Salafi, pengunjuk rasa meneriakkan slogan guna menentang oposisi sekuler, Partai Nida Tounes, dan media di negeri tersebut.
Pemrotes, yang berpawai secara damai di sepanjang jalan utama di ibu kota Tunsia itu, juga memuji menteri dalam negeri --anggota Ennahda.
Pertemuan tersebut diadakan oleh Ennahda, terutama guna memprotes keputusan Perdana Menteri Tunisia Hamadi Jebali untuk membentuk pemerintah teknokrat --yang ditentang Ennahda bersama partai presiden negeri itu, Kongres bagi Republik (CPR).
Pada Ahad (10/2), kantor berita resmi Tunisia, TAP, melaporkan Partai Kongres Tunisia bagi Republik (CPR) memutuskan untuk keluar dari koalisi pimpinan Partai Islam, Ennahdha, sebagai reaksi atas caranya menangani krisis baru-baru di negeri tersebut, yang dipicu oleh pembunuhan seorang pemimpin oposisi.
Banyak partai lain oposisi, termasuk partai oposisi utama Nida Tounes, telah menyepakati keputusan perdana menteri itu guna membentuk kabinet independen --yang terdiri atas tokoh yang mampu dan diakui secara nasional.
Jebali memberitahu media pada Jumat konsultasi bagi penunjukan kabinet baru sedang berlangsung dan ia akan berpidato kepada rakyat Tunisia pada Senin mengenai apakah ia akan memimpin pemerintah baru tersebut atau menyerahkan pengunduran diri kepada Presiden Tunisia Moncef Marzouki, dalam hal ia gagal membentuk kabinet baru.
Pembunuhan Chokri Belaid, pemimpin kenamaan oposisi sayap-kiri, 10 hari sebelumnya, menjerumuskan negeri itu kedalam krisis dan memicu keputusan Jebali untuk membentuk pemerintah baru.
Beberapa jam setelah berita tentang kematian Belaid, ribuan orang Tunisia berkumpul di jalan raya utama di ibu kota negeri itu untuk mencela pembunuhan berlatar-belakang politik tersebut. Mereka juga menuntut pembubaran pemerintah saat ini. Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan mereka.
(C003/C003)
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013