Yuan dibuat melemah oleh pemerintah China dengan penurunan suku bunga acuan jangka pendekJakarta (ANTARA) - Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova menyatakan pelemahan rupiah terhadap dolar AS pada hari ini disebabkan pelemahan Yuan terhadap dolar AS.
"Yuan dibuat melemah oleh pemerintah China dengan penurunan suku bunga acuan jangka pendek. Dengan Yuan yang under value diharapkan neraca perdagangan China akan membaik, surplus perdagangan akan meningkat," ujar dia ketika ditanya Antara, Jakarta, Selasa.
Selain itu, faktor dari domestik ialah pertumbuhan kredit perbankan yang melambat dan diperkirakan masih akan berlanjut hingga triwulan II/2023.
"Pertumbuhan kredit diperkirakan tidak akan mencapai dua digit, kisaran 7-9 persen," katanya.
Pada penutupan perdagangan hari ini, rupiah melemah hingga 0,29 persen atau 42 poin menjadi Rp14.905 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.863 per dolar AS.
Sepanjang hari, rupiah bergerak dari Rp14.868 per dolar AS hingga Rp14.826 per dolar AS
Sejak pelemahan rupiah pada pembukaan perdagangan pagi tadi sebesar 0,08 persen atau 12 poin menjadi Rp14.875 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.863 per dolar AS, Rully menilai fakta ini di luar prediksi para analis pasar. Hal ini menimbang data inflasi AS yang lemah bisa menjadi pertimbangan The Fed untuk menetapkan suku bunga tidak naik.
"Namun, di waktu yang bersamaan, Bank Sentral China sudah menurunkan suku bunga acuannya yang memicu pelemahan mata uang regional Asia," ungkap dia.
Seperti yang telah dipaparkan Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong, bahwa pasar mata uang cenderung mix, terutama mata uang Asia.
"Mata uang utama dunia masih menguat terhadap dolar AS, namun mata uang Asia bergerak mix. Rupiah, ringgit, dan peso melemah, sedangkan Singapore Dollar (SGD) dan baht Thailand menguat," ucap Lukman.
Baca juga: Rupiah melemah karena tertekan data penjualan ritel
Baca juga: Analis sebut rupiah lemah karena investor masih "anxious"
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023