Penguasa harus melihat kondisi rakyat yang, meski miskin dan menderita, tetap hidup,"

Baghdad (ANTARA News) - Ribuan orang Jumat menuntut pengunduran diri pemerintah Irak di tengah meningkatnya kekerasan yang menyertai kebuntuan politik dua bulan menjelang pemilihan umum tingkat provinsi.

Demonstrasi yang telah berlangsung hampir dua bulan ini mendesak pendongkelan Perdana Menteri Nuri al-Maliki sambil mengecam apa yang mereka sebut pentargetan minoritas Sunni oleh pihak berwenang yang dipimpin Syiah.

Protes dimulai setelah sholat Jumat di Mosul, Samarra, Kirkuk, Baquba, Ramadi dan Fallujah -- semuanya wilayah berpenduduk mayoritas Sunni -- serta di daerah-daerah Sunni di Baghdad yang berada di bawah pengamanan ketat karena pemerintah khawatir pawai itu disusupi oleh militan.

"Tidak ada artinya kebebasan di sebuah negara dimana penjahat bebas," kata satu spanduk di Samarra, sementara yang lain memperingatkan para pejabat pemerintah pusat "Baghdad, kami datang".

"Penguasa harus melihat kondisi rakyat yang, meski miskin dan menderita, tetap hidup," kata Syeikh Abu Ala al-Hassani, dalam pernyataan kepada pemrotes di Mosul.

Demonstrasi meletus pada Desember setelah penangkapan sejumlah pengawal Menteri Keuangan Rafa al-Essawi, seorang tokoh Sunni, dan protes terlama telah menutup rute perdagangan utama yang menghubungkan Baghdad dengan Yordania dan Suriah.

Irak dilanda kemelut politik dan kekerasan yang menewaskan ribuan orang sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.

Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni.

Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember 2011 mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.

Para ulama memperingatkan bahwa Maliki sedang mendorong perpecahan sektarian, dan pemrotes memadati jalan-jalan Irak dengan membawa spanduk yang mendukung Hashemi dan mengecam pemerintah.

Pejabat-pejabat Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi pada 19 Desember 2011 setelah mereka memperoleh pengakuan yang mengaitkannya dengan kegiatan teroris.

Puluhan pengawal Hashemi, seorang pemimpin Sunni Arab, ditangkap dalam beberapa pekan setelah pengumuman itu, namun tidak jelas berapa orang yang kini ditahan.

Hashemi, yang membantah tuduhan tersebut, bersembunyi di wilayah otonomi Kurdi di Irak utara, dan para pemimpin Kurdi menolak menyerahkannya ke Baghdad.

Pemerintah Kurdi bahkan mengizinkan Hashemi melakukan lawatan regional ke Qatar, Arab Saudi dan Turki.

(M014)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013