naif kalau berfikir Formula E memancing warga beralih ke mobil listrikJakarta (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menilai gelaran internasional Formula E belum bisa mengajak warga untuk beralih menggunakan kendaraan listrik.
"Saya kira itu terlalu sederhana, naif kalau berfikir Formula E memancing warga beralih ke mobil listrik," kata anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Justin Adrian, saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Justin memahami tujuan Pemprov DKI Jakarta ingin mengajak warga beralih ke kendaraan berbahan bakar listrik sehingga polusi udara berkurang.
Namun demikian, lanjut dia, upaya itu justru terkesan mengabaikan pembenahan lain yang harus dilakukan Pemprov DKI Jakarta seperti memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH), pengaturan sanksi parkir liar hingga pembatasan kendaraan bermotor.
"Tidak lupa Pemprov, juga harus konsisten dan serius menindak pelaku industri yang memproduksi polusi berlebih," jelas dia.
Baca juga: Tujuh aksi konkret DKI mengendalikan polusi udara
Selain itu, harga mobil listrik yang masih berkisar Rp250.000.000 dianggap kurang bersahabat dengan masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Jika tujuannya hanya ingin membudayakan kendaraan listrik, Pemprov bisa menempuh cara pemberian intensif untuk pemilik kendaraan listrik.
"Yang bisa mendorong kendaraan bermotor ya insentif dengan pajak yang murah kemungkinan ada intensif lainnya. Misalkan kalau parkir, kendaraan listrik bisa lebih murah," jelas dia.
Dia berharap Pemprov Jakarta memiliki terobosan baru untuk mengurangi polusi udara di DKI Jakarta.
Sebelumnya, berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang dirilis Senin (12/6), ada tujuh jenis bahan pencemaran atau polutan yang diteliti.
Baca juga: Legislator minta Dinas Lingkungan Hidup DKI lebih tegas tangani polusi
Sumber terbesar bahan pencemaran atau polutan SO2 (Sulfur dioksida) berasal dari sektor industri sebesar 61,96 persen atau 2,637 ton, lalu pembangkit listrik sebesar 25,16 persen atau 1,071 ton dan disusul sektor transportasi 11,58 persen atau 493 ton.
Sedangkan untuk polutan NOx (Nitrogen oksida), CO (Karbon monoksida), PM10 (partikulat), PM2,5 (Partikulat matter), BC (Karbon Hitam), dan Non-methane volatile organic compounds (NMVOC) didominasi berasal dari sektor transportasi.
Sektor transportasi tersebut mendominasi dalam polutan NOx Sebanyak 72,4 persen atau 76.793 ton, polutan CO sebanyak 96,36 persen atau 28.371 ton, polutan PM10 sebanyak 57,99 persen atau 5.113 ton, polutan PM2,5 sebanyak 67,04 persen atau 5.257 ton, polutan BC sebanyak 84,48 persen atau 5.048 ton dan polutan NMVOC sebanyak 98,5 persen atau 19.936 ton.
Selain sektor transportasi kendaraan, penyumbang polutan CO terbesar di Jakarta yakni pembangkit listrik sebanyak 1,76 persen atau 5.252 ton, lalu disusul sektor industri sebanyak 1,25 persen atau 3.738 ton, kemudian perumahan sebanyak 0,59 persen atau 1.774 ton dan komersial sebanyak 0,03 persen atau 90 ton.
Baca juga: Ahli: Pemprov DKI sebaiknya fokus pembatasan kendaraan pribadi
Pewarta: Walda Marison
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2023