Kurator yang menuntut pembayaran `fee` dengan nilai sangat tidak wajar itu, kasus yang sengaja dilakukan oleh oknum yang memanfaatkan UU Kepailitan untuk memeras Telkomsel,"

Jakarta (ANTARA News) - Seorang Pengamat ekonomi menyatakan kasus penetapan imbalan jasa kurator sebesar Rp146,808 miliar yang dibebankan kepada PT Telkomsel menjadi preseden buruk bagi iklim usaha di Tanah Air, karena telah dimanfaatkan oknum tertentu untuk melakukan pemerasan.

"Kurator yang menuntut pembayaran `fee` dengan nilai sangat tidak wajar itu, kasus yang sengaja dilakukan oleh oknum yang memanfaatkan UU Kepailitan untuk memeras Telkomsel," kata pengamat ekonomi Dradjad Wibowo kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, sejak awal upaya pemailitan Telkomsel seharusnya tidak terjadi kalau tidak ada oknum yang berusaha untuk melakukan pemerasan.

"Bayangkan dengan tagihan yang sangat kecil atau sekitar Rp5,260 miliar dibandingkan aset Telkomsel yang mencapai sekitar Rp58,7 triliun, sangat tidak masuk akal bisa dipailitkan. Ini sangat merusak logika berpikir," ucapnya.

Ia menambahkan, saat ini banyak perusahaan yang dinyatakan pailit hanya karena hal-hal yang tidak masuk akal.

Artinya kalau upaya pemerasan Telkomsel ini berhasil maka akan menjadi preseden buruk bagi dunia usaha karena dengan mudahnya bagi seseorang untuk menggugat pailit suatu perusahaan hanya karena tagihan-tagihan yang nilainya kecil.

"Bukan hanya Telkomsel, tapi semua perusahaan akan selalu masuk dalam pusaran ancaman pailit," tegasnya.

Untuk kasus ini, Dradjad meminta Telkomsel melaporkan kasus tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa para kurator, dan Komisi Yudisial untuk mengawasi dan memonitor para hakim.

Sebelumnya, Tim Kuasa Hukum Telkomsel Andri W Kusuma menegaskan, kliennya menolak membayar "fee" kurator karena terdapat kejanggalan-kejanggalan dalam penetapan yang dikeluarkan PN Niaga Jakarta.

"Penetapan fee kurator sangatlah tidak wajar dan tidak mencerminkan rasa keadilan, kepatutan dan kepantasan sebab fee kurator tersebut dihitung dari nilai persentase nilai aset Telkomsel, sementara faktanya tidak terjadi pailit atas Telkomsel jadi sesungguhnya tidak ada pemberesan harta," ujar Andri.

Ditegaskannya, Telkomsel telah dikabulkan kasasi pailitnya oleh Mahkamah Agung (MA), sehingga secara hukum anak usaha PT Telkom ini tidak pailit.

Untuk diketahui perhitungan fee kurator menurut penetapan PN Niaga Jakarta Pusat sebesar Rp293,616 miliar merupakan hasil penghitungan dari 0,5 persen dikalikan total aset Telkomsel sekitar Rp58,723 triliun.

Dengan menggunakan Permenkumham No 9/1998, maka angka sebesar Rp293,616 miliar ini dibagi dua antara Telkomsel dengan Pemohon Pailit (Prima Jaya Informatika/PJI), sehingga masing-masing dibebankan Rp146,808 miliar.

Namun, Telkomsel berpandangan aturan yang digunakan adalah Permenkumham No 1/2013 tentang imbalan jasa kurator yang berlaku 11 Januari 2013.

Dalam aturan ini seharusnya perhitungan fee kurator adalah berdasarkan jumlah jam kerja dan bukan berdasarkan perhitungan persentase aset pailit.

Jika mengacu kepada jam kerja, dengan asumsi tarif masing-masing kurator per orang Rp2,5 juta per jam, 8 jam per hari, selama 86 hari, maka total imbalan 3 orang kurator sekitar Rp5,160 miliar dan dibebankan kepada pemohon pailit (PJI).
(R017/C004)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013