Banda Aceh (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) secara resmi mengusulkan Sekretaris Daerah Aceh Bustami sebagai calon tunggal Penjabat Gubernur Aceh kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, menggantikan penjabat saat ini Achmad Marzuki yang segera berakhir masa tugasnya.

"Pimpinan DPRA sudah mengirimkan nama Sekda Bustami kepada Mendagri untuk ditetapkan sebagai Penjabat Gubernur Aceh," kata Ketua Fraksi Gerindra DPRA Abdurrahman Ahmad di Banda Aceh, Senin.

Hal tersebut disampaikan Abdurrahman dalam konferensi pers dengan seluruh pimpinan fraksi-fraksi DPRA terkait pengusulan calon Penjabat Gubernur Aceh di Media Center DPRA, Banda Aceh.

Keputusan menetapkan Bustami sebagai calon tunggal Penjabat Gubernur Aceh tersebut berdasarkan hasil kesepakatan bersama dalam Badan Musyawarah (Banmus) DPRA, Jumat (9/6).

Sebelumnya, Mendagri telah mengirimkan surat tertanggal 5 Juni 2023 kepada Ketua DPRA perihal usulan nama Penjabat Gubernur Aceh.

Dalam surat tersebut, Mendagri meminta kepada DPRA untuk mengusulkan tiga nama calon Penjabat Gubernur Aceh selambat-lambatnya pada 20 Juni 2023.

Abdurrahman menjelaskan DPRA mengusulkan Bustami karena merupakan orang asli Aceh dan juga sangat memahami tentang kondisi Aceh secara keseluruhan.

"Mudah komunikasi, baik itu dengan legislatif, eksekutif serta dengan pemerintah kabupaten/kota, dan dia sangat memahami tentang Aceh," ujarnya.

Sementara Penjabat Gubernur Aceh saat ini, Achmad Marzuki, menurut Abdurrahman, tidak diusulkan kembali karena berdasarkan kinerja selama satu tahun ini belum memberikan yang terbaik untuk masyarakat Aceh.

Kinerja tidak maksimal Achmad Marzuki cukup banyak, mulai dari rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi, angka pengangguran, sanitasi, pendidikan, kehidupan layak, dan berbagai hal lainnya.

"Kemudian juga membuat kegaduhan pertama soal dirut Bank Aceh, tentang izin pertambangan, dan terakhir terkait revisi qanun LKS," kata Abdurrahman.

Hal senada juga diutarakan Ketua Fraksi PPP DPRA Ihsanudin yang menuturkan bahwa berdasarkan hasil evaluasi DPRA, kinerja Penjabat Gubernur Aceh Achmad Marzuki masih jauh dari harapan masyarakat Aceh.

Hal itu dapat dilihat dari berbagai aspek, di antaranya komitmen Penjabat Gubernur Aceh untuk mencari solusi terhadap menurunnya satu persen pendapatan Aceh melalui dana otonomi khusus belum terealisasi.

Kemudian, skema pembangunan Aceh dengan tantangan yang ada sejak Penjabat Gubernur Aceh dilantik belum memiliki arah dalam menekan angka kemiskinan, stunting, indeks pembangunan manusia, dan lain-lain.

"Pertumbuhan ekonomi Aceh jauh di bawah target RPJMA, yakni dari target 6 persen hanya tercapai 4,21 persen," kata Ihsanudin.

Selanjutnya, tambah Ihsanudin, Penjabat Gubernur Aceh Achmad Marzuki tidak memahami manajemen pemerintahan dan sistem anggaran sehingga belum mampu melakukan supervisi kinerja aparatur.

Lalu, Achmad Marzuki juga dinilai enggan menghadiri rapat paripurna DPRA. Dari 30 kali sidang paripurna DPRD, hanya tujuh kali dia hadir.

Selain itu, Achmad Marzuki juga sulit berkomunikasi dengan banyak pihak dan kurang menghargai nilai-nilai syariat Islam, kearifan adat istiadat, dan kekhususan Aceh.

"Atas dasar itu, kemudian kami memohon kepada Presiden RI untuk mengganti Achmad Marzuki sebagai Penjabat Gubernur Aceh," tambah Ihsanudin.

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023