Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan bahwa sikap individualis yang tumbuh dalam diri kebanyakan pemuda saat ini dapat menghambat terwujudnya Indonesia Emas pada tahun 2045.
“Bangsa Indonesia sedang menghadapi pressure of change, di mana ada tekanan untuk berubah. Parameter perubahan itu tertera dalam target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) hingga 2030, sehingga kita harus berhati-hati,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Ia menyebutkan sejumlah tekanan yang sedang dihadapi Indonesia, antara lain menurunkan angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), dan angka kelaparan di sejumlah daerah.
Baca juga: BKKBN paparkan tiga tantangan wujudkan generasi emas tahun 2045
Hasto menyoroti bahwa banyak anak muda memiliki sikap individualis dan hedonisme. Kedua sikap ini dikhawatirkan menyebabkan penduduk produktif tidak dapat diajak bekerja sama dalam menghadapi tantangan kependudukan.
Apalagi, kalau pendidikan pemudanya rendah dan tidak punya keterampilan, ditambah mereka bersikap abai tentu akan menjadi berat sekali untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
"Jika hal ini dibiarkan, maka Indonesia akan sulit keluar dari jebakan perangkap pendapatan menengah (middle income trap)," kata Hasto.
Baca juga: Bappenas: Tranformasi dibutuhkan untuk wujudkan Indonesia Emas 2045
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Provinsi Jawa Timur Restu Novi Widiani menambahkan, masalah lain yang dihadapi Indonesia adalah stunting.
Misalnya, kasus stunting di Jawa Timur, meskipun angka prevalensinya mengalami penurunan yang cukup signifikan, hingga akhir 2022 angkanya masih 19,2 persen. Angka ini masih jauh dari angka yang ditargetkan pemerintah pada tahun 2024 yakni 14 persen.
"Terlebih lagi permasalahan seperti kematian ibu dan bayi, adanya dispensasi perkawinan anak yang ditemukan pada usia produktif masih sangat tinggi. Dikhawatirkan akan menghalangi upaya pemerintah untuk mempercepat penurunan angka prevalensi stunting di Indonesia," katanya.
Baca juga: Politikus: Perlu kesiapan generasi muda menuju Indonesia Emas 2045
Oleh karena itu, Restu mengajak semua pihak untuk terlibat aktif mengatasi permasalahan tersebut, agar cita-cita bangsa dalam mewujudkan generasi sehat dan berkualitas dapat tercapai.
”Masalah stunting bukan hanya masalah Dinas Pemberdayaan Perempuan dan BKKBN, tetapi juga masalah Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Semua harus 'berperang' melawan stunting untuk menurunkan angka prevalensinya,” kata dia.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023