“Program pengelolaan penerimaan negara untuk tahun anggaran 2024 kami usulkan untuk mendapatkan pagu indikatif Rp2,48 triliun. Ini adalah untuk menjaga supaya kita bisa betul-betul mencapai penerimaan negara sebesar Rp2.717 triliun sampai Rp2.861 triliun di tahun 2024,” kata Suahasil di Jakarta, Senin.
Suahasil menjelaskan, pagu indikatif tersebut akan membiayai empat unit eselon yang mencakup Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), serta Lembaga National Single Window (LNSW).
Melalui sejumlah anggaran tersebut, Kemenkeu juga merencanakan 133 kegiatan pelayanan perpajakan dan PNBP kepada masyarakat. Selain itu, juga akan dijalankan perbaikan dan reformasi berbagai sistem administrasi perpajakan dalam rangka memenuhi kebutuhan pendanaan pembangunan.
Ia memberi beberapa contoh dari 133 kegiatan itu antara lain, reformasi perpajakan melalui implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), integrasi database perpajakan dan PNBP, serta perbaikan sistem logistik nasional (NLE).
Lebih lanjut, Suahasil menuturkan bahwa pagu indikatif tersebut belum termasuk dukungan manajemen dan operasional yang dibutuhkan dalam menjalankan program pengelolaan penerimaan negara. Apabila diakumulasikan dengan memperhatikan atribusi manajemen dan operasional, maka pagu indikatif yang ditetapkan mencapai Rp22,76 triliun.
“Kalau kita masukan dukungan manajemen yang diperlukan untuk program pengelolaan penerimaan negara ini, maka angkanya menjadi Rp22,76 triliun. Artinya ini termasuk bayar gaji, bayar seluruh kebutuhan operasional, dan dukungan penerimaan negara kita,” tuturnya.
Dengan jumlah pagu yang telah ditetapkan, Kemenkeu berharap mampu merealisasikan rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB sebesar 9,92 persen sampai 10,18 persen sesuai dengan indikator sasaran pada 2024 mendatang.
Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah membeberkan tujuh fokus strategi program penerimaan negara, di antaranya yang pertama, kebijakan perpajakan yang mendukung iklim investasi. Kedua, penguatan transformasi sistem administrasi penerimaan negara. Ketiga, efisiensi logistik dan domestic value chain. Keempat, perluasan basis penerimaan. Kelima, penyesuaian peraturan turunan UU HPP dan UU PNBP. Keenam, penetapan pengawasan dan kepatuhan perpajakan. Ketujuh, efektivitas pengawasan dalam rangka perlindungan masyarakat.
Dari ketujuh tujuan program itu, Sri Mulyani menilai pengelolaan penerimaan negara TA 2024 difokuskan guna mengoptimalkan pendapatan dari sektor perpajakan maupun PNBP.
“Tujuannya tentu saja bagaimana kita mengoptimalkan pendapatan negara, baik dari perpajakan dan PNBP dan tetap menjaga agar sistem penerimaan negara adil, sehat dan berkelanjutan. Kita juga terus memperbaiki tata kelola dan inovasi layanan,” ujar Sri Mulyani.
Oleh karena itu, Kemenkeu telah menetapkan sasaran Program Rencana Kerja (Renja) 2024 yang di antaranya, pertama, mewujudkan penerimaan negara dari sektor pajak, kepabeanan, cukai dan PNBP yang mampu mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Kedua, mampu menciptakan pengawasan untuk perlindungan masyarakat dan dukungan ekonomi yang lebih efektif.
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023