Pengurusan izin untuk menanamkan modal di Indonesia saat ini sangat rumit. Sebagai gambaran, seorang investor harus mengisi 38 formulir untuk mendapatkan izin investasi. Saya sendiri kalau jadi investor, kalau ada 38 formulir juga tidak mau mengisi k
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Chatib Basri mengatakan akan memangkas birokrasi perizinan pendirian usaha dalam rangka meningkatkan minat investor untuk menanam modal di Indonesia.
"Pengurusan izin untuk menanamkan modal di Indonesia saat ini sangat rumit. Sebagai gambaran, seorang investor harus mengisi 38 formulir untuk mendapatkan izin investasi. Saya sendiri kalau jadi investor, kalau ada 38 formulir juga tidak mau mengisi karena pusing," kata Chatib Basri dalam konferensi pers di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu.
Menurut dia, pemangkasan tersebut dilakukan secara bertahap misalnya tahap pertama sebesar 50 persen sampai akhirnya menjadi jauh lebih sederhana.
"Draftnya sudah selesai. Tinggal kita lakukan uji coba lalu umumkan. Akhir bulan ini atau awal bulan depan, kita sudah bisa umumkan," katanya.
Menurut dia, penyederhanaan proses perizinan ini tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa karena ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan seperti fokus diskusi dengan pelaku investasi apakah masih ada aturan yang "missing" atau tidak.
Ia mengatakan sistem penelusuran elektronik atas proses perizinan, juga akan dikembangkan di sejumlah kementerian dan pemerintah daerah. Pada tahun ini, 22 pemerintah daerah bakal mengadopsi sistem tersebut.
Di sisi lain, ia mengatakan, untuk meningkatkan daya saing nasional dan membuat iklim investasi lebih baik, maka Daftar Negatif Investasi (DNI) direvisi.
"Kami bicara mengenai pertengahan tahun atau kuartal tiga itu seharusnya sudah bisa selesai," ujarnya.
Ia menegaskan revisi DNI tersebut dilakukan dengan melindungi kepentingan nasional terutama bagi sektor UKM agar mampu bersaing dengan investor asing.
"Kalau asing masuk ke sini bukan berarti tidak ada ruang bagi orang Indonesia, kan ada sektor yang misalnya memang harus kita lindungi," ujarnya.
(A063/S004)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013